Kisah Syaikhona Kholil Menguji Santri yang Kelak Menjadi Ulama Besar
Sebagian ulama terdahulu memang mempunyai cara tersendiri dalam menguji keteguhan dan ketulusan santri-santrinya. Tentunya cara-cara aneh yang mereka tempuh dalam mendidik tak lepas dari maksud dan tujuan yang mulia, yang sering kali tak bisa kita ketahui dengan pemahaman dan cara berpikir kita.
Syaikhona Kholil Bangkalan merupakan salah satu dari ulama yang mendidik murid-muridnya dengan cara-cara unik itu.
Dulu ia mempunyai santri asal Magelang. Manab namanya, selama dia liburan karena termasuk dari golongan yang tak mampu dan tak pernah mendapat kiriman dari orang tuanya, ia bekerja di sawah sekitar pesantren untuk mengumpulkan beberapa ikat padi yang akan ia gunakan sebagai sangu selama mengaji kepada Mbah Kholil.
Sesampainya di Demangan, kebetulan Mbah Kholil waktu itu sedang duduk di luar rumahnya, melihat santrinya datang membawa dua karung beras, beliau berkata:
“Kebetulan ayam-ayamku masih belum makan.”
Manab lekas memahami keinginan kiainya, tanpa menunggu lama ia menaburkan beras dua karung itu di kandang ayam-ayam Mbah Kholil. Hasil jerih payahnya berbulan-bulan ludes pada waktu itu juga. Sebagai ganti beras itu, Mbah Kholil menyuruhnya untuk mengumpulkan daun mengkudu sebagai makanan sehari-harinya.
Santri bernama Manab itu kelak akan menjadi ulama besar di zamannya, dia akan mendirikan pesantren yang memiliki ribuan santri hingga saat ini, ia yang kelak lebih dikenal dengan KH. Abdul Karim, pendiri pesantren Lirboyo.
Lain lagi dengan yang dialami oleh santri bernama Muhammadun. Sehari sebelum santri asal Lasem itu datang ke Bangkalan, Mbah Kholil menyuruh murid-muridnya untuk membuat kurungan ayam. Keesokan harinya Mbah Kholil menyambut kedatangan Muhammadun lalu memerintahkannya untuk menjebloskan diri ke dalam kurung ayam itu. Saman wa thoatan ia laksanakan perintah sang guru tanpa protes sedikit pun. Kelak ialah yang akan menjadi salah satu Jago tanah Jawa, menjadi kiai Alim nan Karismatik yang dikenal dengan Mbah Maksum Lasem.
Santri asal Tambak Beras Jombang bernama Abdul Wahhab malah memiliki pengalaman yang seru dan menegangkan. Ketika baru sampai di gerbang pondok Mbah Kholil, ia disambut oleh Puluhan Santri yang membawa clurit dan pedang dan hendak menyerangnya. Tentu saja ia lari terbirit-birit.
Ternyata Mbah Kholil sudah mewanti-wanti para muridnya untuk bersiaga di hari itu, kata beliau akan ada Macan yang hendak memasuki area pondok. Sialnya, Santri baru bernama Abdul Wahhab itu yang Mbah Kholil tuduh sebagai Macan hingga ia menjadi target serbuan para santri.
Keesokan harinya ia kembali lagi, masih juga disambut dengan clurit dan pedang. Ia belum menyerah, ia mencoba lagi di malam ketiga, dan di malam itu ia berhasil memasuki area pon-pes. Karena kelelahan ia tertidur di Musholla Pesantren, Mbah Kholil lalu datang dan membangunkannya. Di malam itu ia resmi diterima menjadi Santri Kiai Kholil. Kelak di masa depan, dialah yang akan menjadi Macan NU. Pengasuh Pesantren Tambak Beras yang kita kenal sebagai Kiai Wahhab Hasbullah.
Demikian Kisah Syaikhona Kholil Menguji Santri yang Kelak Menjadi Ulama Besar
Penulis: Al Asyhar Wahyu Azady