Kisah Perempuan Arab Pra Islam Memilih Jodoh

perempuan pra islam

Prof. KH. Muhammad Machasin, Mustasyar PBNU

Suatu hari seorang perempuan muda [janda?] berkata kepada ayahnya: “Ayah, aku bisa memutuskan sendiri urusanku. Karena itu, janganlah engkau jodohkan aku dengan seseorang sebelum aku mengerti siapa dia.”

Bacaan Lainnya

“Baiklah,” kata ayahnya.

Kemudian, suatu hari sang ayah menyampaikan bahwa ada dua orang laki-laki yang melamarnya.

Yang pertama dari keluarga mulia dan berkedudukan terhormat. Kau mengiranya bodoh dalam kelalaiannya, tapi itu karena dia berpembawaan lembut; baik persahabatannya; cepat tanggap; jika kau perintah, dia akan menurutimu; jika kau cenderung kepadanya, ia akan bersamamu; akan dicukupinya belanjamu; kau boleh berpendapat sendiri, tanpa minta pendapatnya.

Yang kedua berkedudukan terhormat, pendapatnya jitu, keturunan dari pokok yang kokoh, keluarganya mulia; ia didik keluarganya, namun keluarganya tidak mendidiknya; jika mereka mengikutinya, ia akan memudahkan mereka; jika mereka tak berpihak kepadanya, ia akan mempersulit mereka; sangat pencemburu; cepat marah [reaktif]; sulit ditutupi kubahnya [keberadaannya]; kala berdebat tak pernah tersudut; kala bersaing tak pernah tersisih.

“Menurutku,” kata perempuan itu, “yang pertama adalah tuan yang akan menghancurkan perempuan yang dicintainya, membiarkannya celaka karena tingkah laku yang sebenarnya dapat diluruskan, dan melenyapkannya dalam perlindungannya. Jika memberinya anak, maka pastilah perempuan itu bodoh; kalaupun melahirkan, itu karena kesalahan. Jangan kau beritahu aku siapa laki-laki itu, ayah.”

“Yang kedua adalah suami yang tepat untuk perempuan merdeka nan mulia. Sungguh aku suka dengan perilakunya dan sesuai dengannya. Akan kuperlakukan dia dengan kemestian seorang suami dengan terus tinggal di rumah dan tak berpaling kepada yang lain. Hubunganku dengannya selayaknya adalah bahwa ia menjadi pelindung kehormatan keluarganya, penjaga semua anggotanya, pembela kebenarannya dan meneguhkan keteguhannya; tidak lemah atau pengecut dalam sengitnya pertempuran.”

“Itulah Abū Sufyān bin Ḥarb,” kata sang ayah.

“Kalau begitu, kawinkan aku dengannya,” katanya. “Jangan ayah temui ia seperti menemui seorang penurut dan jangan kau tekan dia seperti menekan orang berperilaku buruk. Mohonlah keputusan yang baik kepada Allah yang di langit, maka Dia akan menentukan yang terbaik bagi ayah.” (Abū ‘Alī al-Qālī, Amālī, 2: 104-105).

Siapa perempuan itu?

Hindun binti ‘Utbah yang melahirkan Muʻāwiah bin Abī Sufyān, pendiri dinasti Bani Umayyah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *