Perdebatan terkait poligami antara Komnas Perempuan dan Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis terus berlanjut. Setelah Komnas Perempuan menjelaskan duduk perkara perdebatan dan analisis tafsirnya, kini Kiai Cholil Nafis kembali memberikan tanggapan. Berikut selengkapnya:
Poligami
Pertama, puasa ajaran dari nabi-nabi sebelumnya tapi tidak berarti bukan ajaran Islam. Sebab setelah ditetapkan oleh wahyu sebagai syariat maka itu diaebut ajaran Islam. Dalam ilmu ushul fiqh namanya sya’u man qablana (syariat sebelum Nabi saw) yang sudah ditetapkan wahyu jadi syar’un lana (syariat Islam)
Kedua, poligami memang sudah dilaksanakan oleh kaum terdahulu, namun setelah dijelaskan oleh wahyu maka itu menjadi syariat dan ajaran Islam. Nikahnya sunnah tapi poligami itu mubah. Syarat nikah mampu sedangkan syarat poligami itu harus adil. Adil secara prilaku dan nafkah bukan soal cinta.
Ketiga, poligami bukan kewajiban untuk pelaku dan bukan kewajiban menerimanya bagi perempuan. Semua atas dasar suka sama suka. Dan, memang poligami itu solusi bagi kehidupan berkeluarga yang mau, mampu adil dan yang berani. Soal dinamika dalam keluarga baik yang monogami atau poligami beragam.
Keempat, tafsir al Thabari, Ibnu Katsir , Al Qurthuni dan lain-lain. Itulah rujukan kita bahwa cinta itu tak masuk dalam syarat adil poligami, tapi adil memperlakukannya dalam memberi perhatian dan nafkah. Sebab manusia hanya mampu bersikap dan berbuat sedangkan cinta di hati adalah kuasa Allah SWT.
Kelima, Ulama fikih membagi hukum Islam pada lima: wajib, haram, makruh termasuk mubah dan sunnah, itulah bagian dari ajaran Islam. Kalau dalam hadits tentang pernikahan disebut sunnati (sunnahku) bukan mubahi (bolehku). Sunnah itu meliputi perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi Muhammad SAW.