Khutbah Idul Adha dan Pelajaran Rela

idul adha 2019

Khutbah Idul Adha dan Pelajaran Rela

Khutbah Idul Adha ini ditulis Oleh: KH. M. Syukron Maksum, M.Pd., Pengasuh Pesantren JariNabi Jambi dan alumnus komplek Hufadz Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.

Bacaan Lainnya

Berikut Khutbah Idul Adha dengan tema “Pelajaran Rela”. Semoga Khutbah Idul Adha ini memenuhi kebutuhan para khatib yang budiman.

 

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ.

الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانِ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلِ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَات. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ.

أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ إِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ. فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ :إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ.

 

Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar, Walillahilhamd.

Alhamdulillaah, segala puji hanya pantas dimiliki oleh Allah Ta’ala, yang masih berkenan memberikan kepada kita kenikmatan agung untuk bertemu kembali dengan Idul Adha yang penuh dengan keberkahan ini, yang beriringan dengan karunia 74 tahun kemerdekaan negeri kita tercinta. Alhamdulillah.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta, pengikut beliau, insya-Allah termasuk kita semua. Aamiin, allaahumma aamiin.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd.

Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah.

Sejak masa Nabi Adam, ritual qurban sudah dilakukan. Para putra Nabi Adam yakni Habil dan Qabil mempersembahkan qurban mereka kepada Allah. Dan peristiwa yang dituturkan dalam kitab suci Al Quran itulah yang jadi dasar persyaratan qurban setiap Idul Adha atau Hari Raya Qurban.

Sementara itu Nabi Ibrahim juga rela mengorbankan putranya dan putranya ikhlas dijadikan qurban demi Tuhan mereka. Bagi Nabi Ibrahim dan putranya, Tuhan adalah nomor satu. Allah adalah segalanya. Siapa pun dan apa pun tidak ada artinya di hadapan-Nya. Demi dan untuk-Nya, apa pun ikhlas mereka korbankan; sampai pun anak atau nyawa sendiri.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd.

Jadi, inti makna qurban di Hari Raya Qurban ini memang berkorban. Namun, haruslah diingat bahwa qurban (daging ternak) itu bukanlah yang ”dituntut” Tuhan sebagai bukti kecintaan dan kebaktian. Bukan. Sama sekali bukan daging-daging dan darah-darah hewan itu yang mencapai Allah, melainkan ketakwaan. Melainkan pengorbanan dan kerelaan.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj ayat 37 telah ditegaskan:

لَنْ يَنَالَ اللهَ لُحُوْمُهَا وَلاَ دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ.

”Tidaklah darah dan daging hewan qurban itu sampai kepada Allah, tetapi ketakwaanmu yang sampai kepada-Nya.

 

Pengorbanan tidak hanya menyembelih qurban. Pengorbanan adalah atau mestinya merupakan pantulan dari kecintaan dan kebaktian itu. Dari pengorbanan, bisa diukur seberapa dalam kecintaan dan seberapa agung kebaktian seseorang.

Kita bisa saja mengaku cinta atau mengabdi kepada pujaan hati. Kita bisa saja menyatakan hal yang mulia demi Tuhan, demi tanah air, demi rakyat, demi siapa atau apa pun yang kita cintai. Namun, tanpa kesediaan kita berkorban untuknya, pernyataan itu tidak ada artinya.

Bahkan, jika kita menawar-nawar di dalam pengorbanan kita, kata ”demi”-”demi” itu hanyalah omong kosong belaka. Dalam pengorbanan, tak ada perhitungan untung-rugi atau tuntutan kompensasi apa pun. Dalam pengorbanan hanya ada ketulusan.

Hamba yang sungguh mencintai dan mengabdi kepada Allah, seperti Nabi Ibrahim dan putranya, akan siap dan rela berkorban apa pun, yang paling berharga atau yang remeh, termasuk ego dan kepentingan sendiri—bagi dan demi Tuhannya. Demi melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, hamba yang sungguh mencintai dan mengabdi Tuhannya siap dan rela mengalahkan egonya dan mengesampingkan kepentingan sendiri.

Apabila Tuhan, misalnya, melarang perbuatan merusak, hamba yang sungguh mencintai dan mengabdi Tuhannya akan menghindari perbuatan merusak meski bertentangan dengan kehendaknya. Dia, misalnya, tak akan melakukan perbuatan korupsi, tidak melakukan tindakan teror, tidak berurusan dengan narkoba, dan tindakan merusak lainnya, meski dirinya merasa berkepentingan untuk melakukan hal itu.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd.

Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah.

Idul Adha atau Hari Raya Qurban juga sering disebut Lebaran Haji. Pada saat ini memang kaum Muslimin yang mampu, sedang melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.

Ibadah haji-pun memerlukan pengorbanan yang tidak kecil. Masih di Tanah Air, jemaah calon haji sudah harus rela mengorbankan waktu, harta, tenaga, pikiran, dan sering kali juga perasaan.

Dalam ritual haji, kaum Muslimin diingatkan dengan peragaan diri tentang kehambaan, kesetaraan, dan kefanaan manusia; bahkan tentang Hari Kemudian. Dengan demikian, jika itu semua dihayati, akan atau semestinya dapat mengubah sikap dan perilaku mereka. Konon salah satu tanda haji mabrur, yang pahalanya tiada lain: surga, ialah perubahan sikap perilaku.

Yang sebelum haji malas beribadah, misalnya, sesudahnya menjadi rajin. Sebelumnya sangar, sesudahnya santun. Sebelumnya korup, sesudahnya jujur. Demikian seterusnya. Bukan yang sebelum dan sesudah haji tetap saja sikap perilakunya atau malahan lebih buruk lagi.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd.

Jamaah Shalat Idul Adha yang dimuliakan Allah.

Segala perbuatan, impian dan cita-cita kita belum tentu selaras dengan apa yang Allah inginkan. Maka dari itu Nabi Sulaiman pernah berdoa, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an Surat An-Naml ayat 19:

رَبِّ أَوْزِعْنِيْ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْ أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ.

“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.”

 

Ingat permohonan Nabi Sulaiman tadi, dalam kalimat “amal shalih yang diridhai Allah”. Ternyata amal shalih pun ada yang tidak diridhai oleh Allah.

Lalu, bagaimana agar amal shalih kita senantiasa dalam ridha Allah? Kuncinya ternyata adalah: kita ridha kepada Allah. Kita rela kepada apapun maunya Allah.

Dalam Surat Al-Bayyinah ayat 8 disebutkan:

رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ.

“…Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya…”

 

Syaikh Ibnu Atha’illah dalam Al-Hikam mengajarkan kepada kita:

لاَ تَطْلُبْ مِنْهُ أَنْ يَخْرِجَكَ مِنْ حَالَةٍ لِيَسْتَعْمِلَكَ فِيْمَا سِوَاهَا، فَلَوْ أَرَادَكَ لَأَسْتَعْمَلَكَ مِنْ غَيْرِ إِخْرَاجٍ

“Janganlah menuntut Tuhan untuk mengeluarkanmu dari keadaan tertentu supaya Dia menempatkanmu dalam keadaan tertentu (yang kau ingini). Jika Tuhan berkehendak, Dia tentu akan menempatkanmu dalam keadaan itu tanpa kau minta.”

Kebahagiaan dalam hidup ini bisa kita capai jika kita mengikuti kehendak Allah, menerima takdir dengan legowo, ikhlas dan pasrah.

Inilah yang diajarkan dari ibadah haji dan qurban, yang meliputi perayaan Idul Adha saat ini.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd

Secara lebih jauh, menerima takdir bisa kita maknai dengan ungkapan populer: be your self. Jadilah diri sendiri. Jika Allah menakdirkan seseorang menjadi atlet, misalnya, maka jalani takdir itu dengan sungguh-sungguh. Jangan mengeluh. Apalagi iri terhadap takdir yang diterima oleh orang lain. Nikmati takdir yang sudah digariskan dengan penuh syukur kepada Allah.

Yang ingin menjadi anggota legislatif tetapi gagal, misalnya, mestinya tetap bersyukur dan rela atas takdir Allah. Berarti itulah yang terbaik untuknya. Dia saja yang tidak tahu atau belum tahu. Betapa banyak yang gagal memenangkan kompetisi di bidang politik, akhirnya bersyukur setelah di kemudian hari pemenangnya ternyata mengalami nasib terjerat kasus hukum. Disitulah baru tahu bahwa skenario Allah adalah yang terbaik.

Setiap orang akan tenang, bahagia, dan bersyukur jika menerima takdir Allah. Rela terhadap semua ketentuan yang Allah gariskan untuk dirinya. Itulah tanda ia sudah berdamai dengan dirinya sendiri. Yang akibatnya akan mampu menjalani hidup dengan enjoy, damai dan penuh kebahagiaan. Inilah sejatinya ilmu kehidupan.

 

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamd.

Ritual haji dan qurban adalah pelajaran keikhlasan, kepasrahan dan ridha atas segala ketentuan Allah. Siap terhadap apapun yang digariskan oleh Allah, ikhlas menerima semua pemberian Allah, dan pasrah pada semua ketentuan Allah. Bersyukur pada semua yang Allah karuniakan.

Semoga berkah Hari Raya Idul Adha ini, kita menjadi pribadi yang kian dekat kepada Allah. Memiliki semangat menjadi diri sendiri, berbahagia pada profesi masing-masing dan ridha pada segala ketentuan Allah. Sehingga senantiasa dalam naungan ridha Allah dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ .

KHUTBAH KEDUA

 

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ.

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ رَبَّنَا اَنْزِلْ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا لِأَوَّلِنَا وَءَاخِرِنَا وَاَيَةً مِنْكَ، وَارْزُقْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ.

“Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu. Berilah kami rezeki, dan Engkaulah Pemberi rezeki yang paling utama.”

 

رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا ءَامِنًا وَارْزُقْ اَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُمْ بِاللهِ وَاليَوْمِ الأَخِرِ.

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”

 

رَبِّ أَوْزِعْنِيْ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْ أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ.

“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shalih.”

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

 عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.

Demikian Khutbah Idul Adha. Semoga Khutbah Idul Adha ini bermanfaat. Amin

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *