KH Muhadi Zainuddin Krapyak Memaknai Pasangan Ideal

Kajian pertama malam Ramadhan 2019, PP. Aji Mahasiswa Al-Muhsin

Kajian pertama di malam bulan ramadhan Pesantren Al-Muhsin tampak penuh semangat. Pasalnya kajian pembuka ramadhan tahun ini mengusung tema fiqih nikah. Hampir di semua pesantren, kajian fiqih nikah selalu membuat santri melek, biasanya dalam pengajian umum mata terlelap, kali ini bak disiram kopi, mata melek dan pikirannya melalang buana dengan imajinya masing-masing.

Kajian pertama oleh K.H Muhadi Zainuddin malam bulan ramadhan ini, dibuka dengan surat Ar-rum ayat 21;

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Dalam ayat ini beliau menjelaskan bahwa orang yang menikah akan merasakan ketentraman. Terlepas dari mapan atau belum, beliau mengatakan hal itu bukan hal yang utama, jikalau sudah ada niatan menikah, Allah akan membuka jalan kemudahan. Dalam pernikahan manapun, kekurangan bukan hal yang besar, itu biasa terjadi di setiap arungan bahtera rumah tangga, bukan masalahnya yang perlu dilihat, namun perjuangan untuk menyelesaikannya.

K.H Muhadi Zainuddin mensoroti dua kata dalam ayat ini. Pertama, kata mawaddah atau ‘kasih’.

Kata mawaddah dalam ayat ini beliau artikan bahwa rasa yang timbul antara dua kekasih harus mempertimbangkan fisik, memang bukan hal utama namun harus dipertimbangkan dengan mapan. Pertimbangan ini meliputi kesehatan, paras tubuh, kesuburan, bahkan hal seperti cara berbicara dan berjalan boleh dipertimbangkan. Semua itu memang anjuran, namun bukan menjadi patokan utama dan kewajibkan.

Orang bijak pernah berkata, “bukalah matamu sebelum menikah dan tutuplah setelahnya”. Maksudnya, dalam proses ikhtiar memilih pasangan seseorang memiliki hak untuk memilih pasangannya dari zahir fisiknya, tidak lain untuk menyenangkan, menentramkan dan memantapkan hati. Namun perlu digarisbawahi, bahwa setiap orang memiliki kriteria sendiri. Ada suatu kaidah lain mengatakan, pasangan ideal adalah “Man Tasurruka ‘indama Taroha”, pasangan ideal itu pasangan yang membuatmu selalu tentram/gembira ketika melihatnya, terlepas dari cantik atau tidaknya, karena cantik itu relatif.

Kedua, kata warrahmah yang memiliki arti ‘sayang’. Beliau mengartikan kata ‘sayang’ dalam ayat ini dengan keharusan mempertimbangkan akhlak sebelum menikah. Seseorang sebelum melangsungkan pernikahan hendaknya memperhatikan aspek yang satu ini, akhlak. Pertimbangan fisik memang penting, tetapi akhlak adalah keharusan yang perlu diutamakan. Dan andaikata terlontar pertanyaan ‘cinta karena apa’, bisa dijawab dengan dua alasan, karena fisik atau akhlak, dan itu sah-sah saja.

Dalam hadis, Rasulullah sendiri pernah bersabda: “Nikahilah seseorang karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah pasangan yang taat beragama, niscaya engkau beruntung”.

Semua kriteria yang disebutkan Rasulullah boleh dijadikan standar dalam memilih pasangan. Mulai dari pertimbangan finansial, keturunan, dan paras. Namun seyogyanya, agama adalah kriteria yang harus diutamakan, karena Rasulullah menjajikan kelanggengan bagi orang yang menikah dengan dasar agama.

Oleh Nanda Ahmad Basuki, penulis adalah Santri Pondok Pesantren Aji Mahasiswa Al-Muhsin, Krapyak Wetan.

*Artikel ini pertama kali dimuat di santritulen.com dengan judul “Pasangan Ideal ala KH Muhadi Zainuddin.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *