Berita NU, BANGKITMEDIA.COM
KULONPROGO – Untuk memperingati keistimewaan bulan Muharram, Minggu (30/9) siang kemarin Ranting NU Pendoworejo, Kabupaten Kulonprogo bekerjasama dengan LAZIZNU ranting Pendoworejo dan Muslimat NU Pendoworejo menggelar acara peringatan tahun baru Islam 1440 H sekaligus memberi santunan kepada anak-anak yatim yang tersebar di seluruh Desa Pendoworejo.
Kegiatan yang dipusatkan di Masjid Miftakhul Jannah dusun Kalisonggo, Pendoworejo, Kulonprogo ini turut mengundang KH. Asyhari Abta selaku Mutasyar Pengurus Nahdlatul Ulama (PWNU) Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pembicara.
Materi yang beliau sampaikan dalam acara kali ini diantaranya mengenai ciri-ciri orang NU atau Jam’iyah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Bahwasannya orang-orang NU itu mempunyai beberapa ciri khas yang membedakan ia dengan golongan-golongan yang lain. Diantaranya adalah ketika mendapat sedikit saja kenikmatan pasti akan berbondong-bondong atau berlomba-lomba untuk membuat slametan ( Tasyakuran ), Sebelum sholat ketika menunggu imam biasanya orang-orang NU pasti melakukan yang namanya puji-pujian (sholawatan atau syiir berbahasa jawa ) yang berisi do’a.
“Ciri khas orang NU itu ya salah satunya slametan dapat kenikmatan sedikit slametan, dapat apa-apa slametan, NU itu juga menunaikan dawuh kanjeng Nabi yaitu puji-pujian sebelum sholat sambil nunggu imam, yaitu ciri-cirinya orang NU” tutur Kiai Asyhari Abta saat mulai membuka mau’idloh hasanah.
Beliau juga menjelaskan ciri-ciri orang NU yang lain yaitu jika ada orang mati maka orang-orang NU pasti akan men-talqin (menuntun) mayit itu saat berada di dalam kubur dengan do’a-do’a yang sudah ditentukan untuk mentalqin mayat. Lalu di-tahlili ( serangkaian bacaan tahlil, seperti lailaha ilallah ) dengan cara kenduri secara bertahap, mulai 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari dan seterusnya. Walaupun banyak golongan yang sengaja mengkafir-kafirkan orang-orang yang mendo’akan mayit, dan juga mengharamkan ziarah kubur. Karena sejatinya ziarah kubur itu adalah dawuh Kanjeng Nabi Muhammad SAW selain sebagai lantaran do’a kita untuk meminta ampunan kepada Si Mayit dapat juga dijadikan sebagai pepeling (pengingat) mati untuk yang masih hidup.
“Kanjeng Nabi juga dawuh (menyuruh atau menganjurkan) jika ada orang mati, maka mintalah ampunan untuk orang yang sedang dikubur itu. Karena saat itu juga ia sedang ditanyai oleh Malaikat Mungkar dan Malaikat Nakir, lalu ditalqinkan,” tambah Kiai Asyhari Abta.
Beliau juga menjelaskan bahwa ciri-ciri orang NU selanjutnya adalah ketika memikul jenazah dianjurkan untuk membaca tahlil di sepanjang perjalanan dari rumah duka sampai di pemakaman, hal ini bertujuan agar orang-orang yang sedang memikul itu tidak mempunyai kesempatan untuk membicarakan hal-hal lain termasuk membicarakan aib dari Si Mayit. Termasuk dalam hal tradisi kenduri yang pada awalnya merupakan tradisi dari nenek moyang yang bergama Hindu, hingga kemudian oleh para Waliyullah diluruskan menurut syariat Islam hingga menjadi tradisi yang terus berkembang sampai saat ini.
“NU itu sebenarnya cuma meluruskan tradisi yang ada, diluruskan secara bijaksana hingga sesuai dengan syariat Islam, bukan menghilangkan tradisi yang ada. Semoga saja Gusti Allah meridloi setiap langkah kita, dan semoga NU di Pendoworejo ini semakin ngremboko (berkembang),” pungkas Kiai Asyhari sembari menutup materi yang sudah beliau sampaikan. (Nisa)