Kenapa Tabligh Akbar Jadi Berisi Cacian dan Fitnah?

tabligh akbar

Tabligh Akbar Perlukah Dibatasi?

Pertikaian karena agama itu tidak akan pernah selesai, karena itu masalah keyakinan terhadap Tuhan. Selama panggung-panggung ceramah masih bebas berteriak, maka selama itu pertikaian akan terjadi.

Perpecahan agama sebenarnya tidak hanya Islam, agama Katolik saja di Indonesia terpecah menjadi 26 golongan. Sedangkan agama-agama yang lain saya yakin juga terjadi perpecahan. Namun kenapa mereka cenderung adem-adem saja? Di media pun hampir tidak pernah ditemukan berita konflik.

Hal ini karena agama-agama itu tidak ada tabligh akbar yang mengundang pembicara serta tidak ada ceramah-ceramah yang mengundang dai yang dilakukan secara terbuka. Sehingga konflik dapat diminimalisir bahkan nyaris seperti tidak ada konflik. Mereka hanya ada “khotbah” acara keagamaan yang menyampaikan isi al-kitab secara utuh dan tidak ditafsirkan pribadi. Sedangkan umat Islam, banyak sekali majlis-majlis tabligh akbar atau pengajian yang diadakan oleh masing-masing kelompok dengan materi menjelekkan dan mencaci kelompok lain. Inilah sumber konflik terbuka antar sesama umat Islam.

Di negara-negara Timur Tengah, konflik antar agama Islam terjadi juga bermula karena masing-masing kelompok berorasi membenarkan keyakinanya dan mencela keyakinan kelompok lain. Bahkan sampai mengkafirkan kelompok lain. Secara manusia seseorang tidak akan terima jika keyakinannya disalahkan atau kelompoknya dianghap sesat. Akhirnya hujatan serupa akan dilontarkan oleh kelompok tersebut, dan mulailah saling mencela dan sampailah pada kondisi saling bermusuhan.

Melihat dari sini, saya setuju saja jika ada pembatasan dan aturan mengadakan tabligh akbar atau pengajian tidak boleh dilakukan di arena terbuka, penceramah tidak memyinggung keyakinan kelompok lain, serta tidak boleh mengerahkan massa yang berlebihan. Sedangkan kajian tentang faham dan idiologi hanya boleh dilakukan di forum tertutup. Mungkin ini solusi agar konflik antar golongan bahkan antar agama bisa diminimalisir.

Penulis: KH Fajar Abdul Bashir, Ketua LBM PWNU Yogyakarta.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *