YOGYAKARTA, BANGKITMEDIA
Grebeg Santri 2019 meninggalkan banyak kesan. Mulai dari kreativitas sampai keunikan tanpa batas. Santri dari 45 pondok pesantren di Yogyakarta menampilkan beragam maskot yang unik. Satu dari sekian banyak maskot itu adalah “Kapal NKRI” dari Pondok Pesantren Al-Muhsin, Krapyak Wetan, Bantul.
Maskot ini terbuat dari kayu, sterefoam, dan karung semen bekas. Tingginya berkisar 3m x 1,5m x 3 m dengan dominasi warna merah. Di dalam kapal terdapat miniatur rumah ibadah agama-agama di Indonesia. Mulai dari masjid (Islam), gereja (Kristen-Katolik), vihara (Budha), pura (Hindu), klenteng (Kong Hu Cu). Burung Garuda besar berada di belakangnya, lengkap dengan bendera merah putih plastik yang dipasang memutar.
Pada bagian paling depan terdapat tulisan “KAPAL NKRI” lengkap degan gambar semua rumah ibadah. Di samping kapal, memutar tulisan “Santri Mengokohkan NKRI, Santri Lambang Toleransi”.
“Semua dari barang bekas, rongsokan. Paling cuman sterefoam yang beli,” kata Lukmanul Hakim saat ditemui di Alun-Alun Utara Yogyakarta pada Minggu (13/10).
Lukman mengakui dalam pembuatannya, kapal tersebut tidak menghabiskan banyak dana. Hanya 600 ribu dana yang dibutuhkan sampai kapal jadi. Itupun sudah termasuk biaya untuk makan 10 santri yang membuatnya.
“Kami membuatnya hanya dalam 3 hari 2 malam,” tambahnya.
Lukman menjelaskan bahwa tulisan “Santri Mengokohkan NKRI, Santri Lambang Toleransi” merupakan tema yang diangkat oleh santri Al-Muhsin. Menurutnya, santri harus menjadi pionir dalam toleransi beragama.
“Tujuannya biar kita nanti bersatu di Indonesia ini, nggak membeda-bedakan …. semua satu NKRI,” lanjut Ketua Pondok Al-Muhsin ini.
Ia menambahkan, jika toleransi beragama tinggi, maka akan membuat Indonesia maju. Masyarakat bisa hidup dengan rukun dan damai. Masing-masing agama bisa fokus terhadap ibadah agamanya. Tidak terjadi saling mengganggu, bahkan saling menjaga.
“Makanya, dari semua agama, harus ada penyangganya, agar nanti bisa berlayar bersama-sama,” lanjutnya.
Menurutnya, santri tidak boleh membeda-bedakan sikap kemanusian berdasarkan agama. Santri harus mempunyai kepekaan dan kepedulian terhadap sesama. Misalnya terhadap orang yang sakit, tidak perlu melihat agamanya terlebih dahulu. Semua setara dalam hal bermuamalah.
“(Karena) kita itu sama, sama-sama di bawah naungan NKRI”, ujarnya.
Grebeg Santri 2019 tersebut diselenggarakan oleh PWNU DIY. Sepanjang Jalan Malioboro menjadi rute berjalannya peserta. Sebanyak 5000 santri dari 45 pondok pesantren se-DIY ikut ambil bagian. Adapun santri Pondok Pesantren Al-Muhsin yang mengikuti parade berjumlah 50 orang yang terdiri dari 30 santri putri dan 20 santri putri. Jumlah itu masih ditambah 8 orang pendamping, yakni masing-masing 4 putra dan 4 putri. (Iwan Hantoro/Rn)
*Penulis adalah Mahasiswa KPI UIN Sunan Kalijaga yang sedang Magang Profesi di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com.