Kalau Poligami Karena Jumlah Perempuan Lebih Banyak, Itu Pasti Bohong Besar

Kalau Poligami Karena Jumlah Perempuan Lebih Banyak, Itu Pasti Bohong Besar

BERHENTILAH PAMER POLIGAMI

Sejauh ini, saya belum menemukan manfaat dari aktivitas pamer poligami –entah dalam bentuk kursus/ceramah, atau foto-foto dengan para istri — Aktivitas itu hanya kelihatan seperti kelakar, gagah-gagahan dan bercandaan saja, yang menyebabkan banyak orang tidak simpatik lagi dengan ajaran Islam.

Sejauh ini, ketentuan hukum Islam yang diterapkan di Indonesia sudah sangat moderat. Ini juga diterapkan di beberapa negara Muslim. Di Malaysia malah lebih ketat lagi: Poigami tak sesuai prosedur bisa dipenjara 6 bulan.

Di Indonesia, poligami bisa dilaksanakan sebagai “pintu darurat” dengan persyaratan tertentu.

1)Izin dari Pengadilan Agama yang melibatkan pihak istri pertama. Dipastikan bahwa sang suami butuh untuk berpoligami dan siap dengan kosekuensi hukumnya.

2)Penetapan/Pembagian harta bersama. Ini terkait dengan terjemahan praktis dari kata adil di dalam ayat Al-Qur’an yang sering dikutip terkait poligami.

Sementara ini isi ceramah dan kalimat-kalimat yang diwacanakan oleh orang-orang itu terkait praktik poligami hanya berkutat pada masalah penambahan jumlah anak dan -maaf- seks. (Sebagian praktiknya maaf mirip prostitusi, enak-enakan, kalau perlu nikah lagi setelah itu cerai lagi dan ganti yang lain). Padahal syariat Islam mengenai pernikahan lebih mulia dari urusan seks.

Silakan dibaca ulang, ayat yang sering dikutip terkait poligami (An-Nisa ayat 3) sebenarnya disyariatkan terkait dengan pengurusan anak yatim dalam konteks orang Arab ketika itu yang tidak punya tradisi mengangkat anak. Bahwa boleh menikahi wanita lain (selain anak yatim perempuan) dua, tiga atau empat jika tidak bisa berbuat adil terhadap anak yatim itu (yakni tidak bisa memberikan mahar dan nafkah yang layak mentang-mentang dia akan menikahi anak yang diasuhnya sendiri).

Memang potongan ayat ini bisa diterapkan ketentuan umumnya jika menganut kaidah “al-ibrah bi umumil lafdzi la bi khususis sabab” (pesan nash bisa diambil dari potongan lafadznya, tidak harus sesuai asbabun nuzul), tapi cara menerapkannya juga tidak bisa main-main. Hasil ijtihad para ulama yang dituangkan dalam ketentuan perundangan di Indonesia di atas juga pasti didasarkan pada pertimbangan hukum yang meyakinkan, dan mencakup aspek kemaslahatan keluarga kelak (termasuk keluarga para istri). Banyak perempuan dan anak-anak yang menjadi korban praktik poligami.

Syahdan kalau ada yang coba-coba mengungkapkan alasan poligami karena jumlah perempuan lebih banyak, itu pasti bohong besar. Sensus menunjukkan, jumlah laki-laki sekarang lebih banyak, ya Mblo…!. Wallahu A’lam

Penulis: A Khoirul Anam, dosen UNUSIA Jakarta.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *