Kebangkitan NU ada tiga indikator. Pertama, pendidikan (Tashwirul afkar). Saat ini lumayan kelihatan dengan berdirinya UNU (Universitas Nahdlatul Ulama) di berbagai daerah. Kedua, nasionalisme (Nahdlatul Wathan). Untuk ini, NU tidak ada tandingannya di Indonesia. PBNU saja disingkat Pancasila, Binneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar 1945. Empat pilar ini harga mati yang tidak bisa ditawar. Siapa yang ingin mengganti Pancasila dengan khilafah adalah musuh utama NU.
Indikator yang ketiga yang belum terlihat keberhasilannya, yaitu ekonomi (Nahdlatul Tujjar). Banyak lembaga ekonomi yang didirikan warga NU berakhir suul khotimah (not happy ending) karena tidak dimanej secara transparan, akuntabel, dan profesional.
Mengingat mayoritas warga NU adalah kelas menengah ke bawah dengan profesi petani, nelayan, buruh, pedagang kaki lima, dan sejenisnya, maka kebangkitan ekonomi harus dirintis dan dikembangkan supaya eksistensi NU mampu memberikan kontribusi positif konstruktif bagi warganya yang mengalami kekurangan dan keterbelakangan ekonomi.
Ulama besar NU Pati, KH MA Sahal Mahfudh sebenarnya sudah memberikan contoh kepada warga NU dan NU untuk mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan profesionalitas. Gerakan ekonomi Kiai Sahal selalu menggunakan model ijtihad jamai (ijtihad kolektif), tidak mengandalkan figur, sehingga mekanisme transparan dan akuntabel adalah keharusan. Lembaga ekonomi yang dirintis Kiai Sahal sampai sekarang eksis dan berkembang dengan baik.
Sragen, Contoh Nyata!
Secara institusional, NU Pati harus belajar kepada kawan dekat di Jawa Tengah, yaitu Sragen. Sragen yang tidak dikenal sebagai kantong NU, tapi kantong organisasi lain, ternyata mampu membangkitkan potensi ekonomi internal demi kemaslahatan warga dan bangsa secara keseluruhan.
Tahun 2017 kemarin, Lembaga Zakat Infak Sedekah Nahdlatul ULAMA (Lazisnu) Sragen mampu mengumpulkan dana 5.9 milyar. Itupun hanya mengandalkan kotak koin. Keberhasilan kotak koin ini akhirnya berkembang ke sektor lain. Modal yang besar tersebut digunakan untuk membangun rumah sakit, lembaga keuangan syariah, dan NU MART di berbagai tempat.
Geliat warga NU dalam bidang ekonomi menjadi dinamis, kompetitif dan produktif. Mereka semakin yakin bahwa NU mampu menjadi subyek ekonomi mandiri, bukan terus menerus menjadi obyek ekonomi yang tereksploitasi. Inovasi demi inovasi selalu dilahirkan demi menyongsong satu abad NU yang akan datang, yaitu tahun 2026.
Manajemen transparan, akuntabel, dan profesional menjadi landasan ekonomi NU Sragen. Mereka mampu membalikkan asumsi dan prediksi yang rata-rata memandang mereka sebelah mata.
Pati jika ingin membangkitkan sektor ekonomi, belajar ke Sragen adalah langkah tepat. Kebersamaan, soliditas tim, dan menghindari percekcokan adalah langkah pertama. Baru setelah itu merintis landasan manajemen yang clean and good, jauh dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
(Penulis: Dr. Jamal Ma’mur Asmani, PCNU Pati)