Para orang tua menginginkan anak-anaknya menjadi seorang yang Hafal Al Qur’an.
Itu keinginan yang mulia, tetapi harus diimbangi bahwa apa yang terkandung di dalam Al Qur’an akan lebih memantapkan keimanan dan ketakwaan seseorang.
Beberapa tahun silam, ada seorang Hafidz Qur’an dari Mesir bernama Ahmad Hussain Harqan, ia hafal Al Qur’an 30 juz. Tetapi yang ia temukan bahwa di dunia ini dikatakan tidak ada Tuhan, dan dia mengakui dirinya menjadi seorang atheis.
Dalam beberapa waktu belakangan ini ada seorang remaja bernama Wirda Salamah Ulya, yang juga Hafal Qur’an putri seorang dai terkenal di televisi, dengan penuh percaya diri mengupload foto berdua dengan salah satu remaja putra bernama Muhammad Ulul Azmi Askandar Al Abshor, Vokalis Grup Hadroh terkenal yang justru usianya 2 tahun lebih muda dari remaja putri tersebut.
Lalu muncullah berbagai spekulasi bagi orang yang tidak suka, apalagi sampai membawa-bawa Hafalan Al Qur’annya.
Disinilah kenapa di pesantren-pesantren salaf yang ada program Tahfidz Qur’an tidak melulu berfokus pada bagaimana cara yang cepat untuk bisa menghafal, tetapi juga harus bisa memahami apa yang dihafal.
Dan salah satu icon produk pesantren salaf yang hafal Qur’an dan tahu makna dari berbagai Tafsir Al Qur’an dan juga berbagai disiplin ilmu alat, Fiqh, Tauhid, serta Tasawuf yaitu KH. Bahauddin Nur Salim atau yang akrab disapa Gus Baha.
Setiap apa yang keluar dari lisan beliau selalu bersumber dari Al Qur’an, Hadits, juga Qoul Para Ulama dari berbagai Kitab Salaf.
Sampai para Ahli Tafsir Al Qur’an dari kalangan akademisi bergelar Profesor Doktor pun mengagumi Gus Baha.
Awalnya Gus Baha tidak ingin ceramahnya diunggah di sosmed, tapi lama kelamaan banyak yang menikmati ceramahnya walau hanya berupa rekaman suara. Namun saat ini telah banyak video ceramah beliau di Youtube. Bukan hanya dari kalangan Nahdliyin saja yang mengagumi dan menikmati gaya ceramah beliau yang selalu mengambil dari Al Qur’an.
Dari sinilah pentingnya bahwa mengejar mimpi untuk menjadi seorang yang hafal Al Qur’an itu baik, tetapi akan lebih baik jika memahami apa yang terkandung di dalam Al Qur’an dengan berbagai disiplin ilmu alat seperti Nahwu, Sorof, Mantiq, Balaghoh, Ma’ani, agar tidak tersesat seperti yang dilakukan oleh seorang penghafal Al Qur’an yang bernama Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah.
Juga dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya :
يَخْرُجُ نَاسٌ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ ، ثُمَّ لاَ يَعُودُونَ فِيهِ حَتَّى يَعُودَ السَّهْمُ إِلَى فُوقِهِ
“Akan keluar manusia dari arah timur dan membaca Al-Qur’an namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat keluar dari agama sebagaimana halnya anak panah yang melesat dari busurnya. Mereka tidak akan kembali kepadanya hingga anak panah kembali ke busurnya.” (HR. Bukhari)
Penulis: Imron Rosyadi.