Berita NU, BANGKITMEDIA.COM
YOGYAKARTA – Momen haul KH. Muhammad Munawwir Krapyak selalu mengundang apesiasi dari banyak pihak. Termasuk apresiasi dari Dr. Ahmad Arifi, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam pandangan beliau, momentum haul mengandung tiga makna yang sangat penting.
“Pertama, untuk mengenang sang pendiri pesantren. Seperti Haul Kiai Munawwir, maka tentu untuk mengenang figur Kiai Munawwir, pendiri pesantren Krapyak. Dari haul inilah para santri dari berbagai generasi yang datang silih berganti, bisa mengetahui pendiri pesantrennya,” tutur Dr. Arifi saat ditemui tim Bangkit di kediamannya, Sabtu (17/2/2018).
Makna kedua, haul sebagai media atau ajang reuni para santri. Pada umumnya reuni dilakukan oleh alumni pendidikan formal. Tetapi di pesantren tiap tahun bisa reuni, yakni ketika haul. Bahkan dari generasi awal hingga generasi baru di pesantren tersebut, bisa bertemu. Termasuk mereka-mereka yang kadang hanya ngaji satu minggu misalnya, bisa saling ketemu dengan alumni-alumni yang lain.
“Ketiga, haul itu dalam kerangka untuk melakukan revitalisasi pesantren. Bahwa dengan haul tersebut bisa dilihat pesantren tersebut masih eksis, dan bisa diungkap bahwa sang tokoh pesantren memiliki jasa besar sehingga harus diteruskan warisannya. Dari sini juga haul menjadi ajang untuk mengkontekstualisasikan pemikiran sang tokoh,” lanjut Dekan Fakultas Tarbiyah tersebut.
Dalam soal kontekstualisasi, Dr. Arifi memandang bahwa Kiai Munawwir adalah ulama yang kompeten dalam bidang Al-Qur’an di masanya. Inilah yang menjadi nilai plus bagi Krapyak. Selain diajarkan ilmu keislaman sebagai sebagai basic, seperti tafsir, hadis, fiqih, kalam, tasawuf, dan lainnya, Krapyak juga juga unggul dalam tahfidz Al-Qur’an.
“Ada tantangan yang harus dihadapi. Dulu Mbah Munawwir adalah pendiri dengan identitas khas adalah Al-Qur’an. Sekarang bagaimana agar pemikiran Kiai Munawwir bisa dilestarikan dan dikembangkan untuk menjawab tantangan zaman. Seperti penataan sistem tahfidz dan sebagainya. Disisi lain, perkembangan kelembagaan juga perlu terus dikembangkan,” tandas Dr. Arifi.
Dr. Arifi juga memberi pandangan, bahwa Pesantren Krapyak sebagai pesantren Al-Qur’an yang cukup tua secara usia, sudah saatnya memikirkan pendirian perguruan tinggi. Hal ini agar pemikiran dan keilmuan Kiai Munawwir bisa terus dikontekstualkan dengan kebutuhan zaman. Studi Al-Qur’an sebagai ikon Krapyak, bisa dijadikan ciri khas dalam pengembangan perguruan tinggi.
“Seperti di Pesantren Sunan Pandanaran, sudah punya STAISPA, Pesantren An-Nur, Ngrukem, punya IIQ. Ini kan sesuatu yang memang dibutuhkan untuk konteks zaman saat ini. pesantren Krapyak ke depan saya kira juga perlu memikirkan hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan zaman,” pungkas Dr. Arifi. Berita Islam terkini. (Anas/Amru)