Ini Syarat Minimal Jadi Pemimpin Menurut Kiai Wahab Chasbullah

Kiai Wahab Chasbullah

Terkait dengan Bung Karno, KH. Wahab Chasbullah (pahlawan nasional dan pengganti KH. Hasyim Asy’ari dalam memimpin NU) mengatakan saat pidato di Parlemen:

“Saja jakin, bahwa Presiden Soekarno bersembahjang, perkawinan beliau setjara Islam, pun sumpah beliau setjara Islam. Beliau sudah dipilih oleh pemuka-pemuka warganegara, sekalipun tidak oleh semuanja, akan tetapi itu sudah mutlak. Menurut hukum Islam, beliau adalah kepala negara jang sah….”

Poin penting penjelasan di atas:

1. Apabila dikaitkan dengan kondisi saat ini, terutama bagi mereka yang dimana-mana menyuarakan agar memilih presiden yang sesuai dengan Islam, menggemborkan NKRI bersyariah, mewajibkan agar ikut musyawarah ulama, atau membuat jargon umat Islam bersatu tidak bisa dikalahkan, dan seruan-seruan lainnya, maka hal paling awal dan sederhana adalah lakukan pengujian bagi calon pemimpin tersebut apakah bisa sholat lima waktu atau tidak (tentu plus bacaannya), istiqomah sholatnya atau tidak, nikahnya secara Islam atau tidak. Lalu setelah lolos, baru bisa disebut wakil sebagian umat (jangan klaim wakil seluruh umat lho) untuk diikutkan kontestasi.

2. Nilai-nilai Islam bisa dimasukkan ke dalam bingkai NKRI tanpa perlu merubah menjadi NKRI bersyariah. Masalah nilai Islam bisa masuk dalam hukum nasional bukan hal baru. Produk hukum nasional banyak yang menyerap nilai Islam.

3. Pidato Kiai Wahab ini dilakukan sebelum dekrit Presiden 1959, yang waktu itu masih hangat perdebatan tentang asas Islam. Maka wajar bila pidato resmi di parlemen pun, beliau menawarkan pandangan Islam. Sekalipun demikian, Kiai Wahab menawarkan nilai-nilai Islam tanpa pemaksaan, tanpa ada keinginan mengganti Pancasila, apalagi mengganti dengan khilafah. Di antara bukti tersebut adalah pidato KH. Wahab Chasbullah diakhiri dengan, “Jadi di dalam negara kita jang demikian ini, marilah berdjuang terus, sedikit demi sedikit, adapun mengenai hasilnja, itu wallohua’lam.”

Setelah dekrit Presiden (yang dekrit itu juga atas konsultasi dengan Kiai Wahab), NU dengan Kiai Wahab yang menjadi Rais Aam-nya melebur menyatu ke dalam Pancasila dan NKRI dengan tanpa menyuarakan lagi asas Islam atau syariat Islam. Kiai Wahab justeru memerintahkan agar kita taat kepada presiden tanpa boleh memberontak, kecuali presiden melarang kita sholat, maka boleh memberontak. Atau presiden dan parlemen menetapkan kita boleh minum bir atau whisky, maka kita boleh menolaknya.

Padepokan Al Hadi 2 Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.

Penulis: Ainur Rofiq Al Amin, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *