من علامات الفقيه ان يقول الله اعلم بالصواب في كلامه
Di antara tanda seorang alim/ahli (agama) ialah mengatakan “Allah yang lebih tahu kebenarannya” pada setiap ucapannya (perihal agama).
Alim yang haq selalu berusaha menghindarkan diri dari klaim pandangannya benar sendiri. Apalagi dengan menghina dan menista pandangan-pandangan yang lain.
Memang dalam praktiknya di antara keriuhan lalu-lalang fatwa, pendapat, paham agama, ini tak benar-benar mudah.
Ada kalanya, kesadaran bahwa Allah Swt lah yang paling tahu kebenarannya bergumul dengan realitas sosial yang tak lagi cukup disikapi dengan diam dan ngalah. Ia umpamanya butuh ditegakkan dengan pernyataan “benar” semata demi mengayomi suatu khazanah yang telah nyaman-mapan, bukan untuk menerjang otoritas mutlak kebenaran Allah Swt, dikarenakan kalangan lain memicu kegelisahan, kegamangan, dan keriuhan sosial dalam menarasikan pandangan-pandangan hukumnya.
Jadi, betul ya bahwa apa yang dikatakan seorang tokoh, kiai, misal, belum tentu melingkupi semua sisi bangunan yang seyogianya.
Begini misal.
Jika seorang kiai mengatakan “padusan itu sahih saja asal ditata dengan niat dan praktik yang baik, siapa yang menyalahkannya dengan dalih bid’ah pertanda dia kurang paham ilmu ‘urf dan mashlahah mursalah” karena tepat di sebelahnya ada kalangan lain yang menyatakannya haram, ini boleh jadi merupakan cara sang kiai dalam meredam kegundahan dan kegelisahan publik umum perihal kepastian hukumnya –bukan arogan dengan merasa benar sendiri dan melanggar prinsip Allah Swt lah yang Maha Tahu kebenaran hukumnya.
Apa yang di depan mata boleh jadi hakikat realitasnya tak sebangun dengan tangkapan mata kita. Pada pelbagai kemungkinan ini, jalan terbaik kita ialah berhusnuddan saja.
Tempo hari, jelang pilpres, saya pribadi terperangah dengan ruahnya publikasi video yang melibatkan dua tokoh agama dengan kompetensi luar biasa, yang saya kagumi keilmuannya selama ini, terkait “Bisikan Langit” kepada salah satu paslon. Lepas dari fakta hasil pilpres yang kini kita lihat bersama, saya berhusnuddan bahwa insya Allah ada maksud dan tujuan sangat bagus demi kemaslahatan masadepan bangsa dan negara ini dari kedua tokoh agama tersebut di balik narasi-narasinya. Saya memilih meyakini tidak mungkin sebaliknya, misal semata demi goal elektoral. Terlalu rendah bila goal tersebut bertahta di balik rohani para tokoh agama tersebut. Ilmu dan rohani mereka niscaya melampaui goal tersebut. Sekali lagi, niscaya demi masadepan maslahat nusa bangsa ini.
Begitu kiranya. Buat diri, mari lazimkan menyebut Allah Swt lah yang lebih tahu kebenarannya. Buat ke luar, ke orang lain, seyogianya husnuddan diutamakan.
Penulis: KH Dr Edi Mulyono, wakil ketua LTN PWNU DIY.