Takbiran adalah aktifitas berdzikir dengan mengucapkan kalimat takbir, Allahu Akbar. Di Indonesia, momentum takbiran begitu bergemuruh ketika menjumpai dua hari 2 hari raya umat Islam, yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Bagaimana sesungguhnya hukum takbiran ini? Apakah disunnahkan?
Jika merujuk Q.S. Al-Baqarah ayat 185, hukum mengumandangkan takbir pada hari raya adalah sunnah.
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“…Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Hal ini juga diperkuat dengan hadis :
زَيِّنُوْا الْعِيْدَيْنِ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ وَالتَّقْدِيْسِ
“Hiasilah 2 hari raya dengan tahlil (mengesakan Allah), takbir (mengagungkan Allah), tahmid (memuji Allah) dan mensucikan Allah.” (HR Abu Nuaim)
Di dalam hadis diatas malah semakin gamblang, bahwa yang disunnahkan bukan hanya mengumandangkan takbir saja, tetapi juga mengumandangkan tahlil dan tahmid. Ulama Syafi’iyah bahkan berkata, bahwa umat Islam dianjurkan mengeraskan suara dengan membaca takbir di malam 2 hari raya dan siang harinya sampai batas akhir, baik di rumah, masjid, pasar, jalan, dan sebagainya. Baik dalam keadaan berdomisili maupun saat bepergian, di jalan menuju tempat salat dan di tempat pelaksanaan salat ‘Id.
Kapan waktu membaca takbir? Untuk hari raya Idul Fitri, takbir dibaca di malam ‘Id sampai imam melaksanakan shalat ‘Id. Adapun untuk takbir Idul Adha, dibaca saat malam ‘Id sampai akhir hari tasyrik (tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah). (An)
*) Disarikan dari Buku Saku “Sukses Ibadah Ramadan” karya Ustad Ma’ruf Khozin