Sebagai orang NU, kami sudah kenyang disebut ahli bid’ah. Kami kumpul baca kalimat tayyibah, mereka bilang bid’ah. Kami kumpul baca salawat menunggu waktu salat, mereka bilang bid’ah. Kami kumpul baca surat Yasin malam Jumat, mereka sebut bid’ah. Kami rayakan kerinduan kepada Nabi dalam Maulid, mereka juga bilang itu bid’ah.
Sekarang, ratusan orang ini berkumpul. Bersyahadat ulang. Dengan akad yang tidak ada contohnya pada masa Nabi. Allahumma isyhad! Allahumma isyhad! Allahumma isyhad!
Bukan hanya itu, acara ini juga diber inama yang tidak ada pada masa Nabi. Hijrah Fest. Hijrah sih ada pada masa Nabi, tetapi yang beginian ya tidak ada.
Saya, sebagai “ahli bid’ah”, tentu saja tidak keberatan. Sebab, kini kami banyak teman yang ‘megada-adakan’ sesuatu yang tidak ada pada masa Nabi. Cuma… saya gagal paham saja. Koq bisa ada ritual beginiĀ
Coba perhatikan baik-baik teks doa yang diucapkan Ustadz Adi Hidayat… Ingin hijrahnya bagus, tetapi doa agar “mereka yang tidak hadir” di tempat itu (saudara sampai tetangga) diberi hidayah (yang sama?) artinya apa?
Doanya berbunyi “Ya Allah malam ini kami hijrah jadi lebih baik. Tetapi di rumah masih ada saudaraku yang belum hijrah (karena tidak ikut datang). Berilah mereka hidayah agar hijrah seperti kami…”
Semoga mereka yang sudah didaulat hijrah ini setelah pulang tidak lantas menganggap bahwa mereka yang tidak didaulat hijrah adalah kaum yang masih di lumpur kegelapan dosa.
(Arif Maftuhin, UIN Sunan Kalijaga)