Harlah NU, 16 Rajab ataukah 17 Rajab?

fatayat bawa bendera nu

Kilas Balik Harlah NU Ke-93. “16 Rajab ataukah 17 Rajab?: Konsep al-Jam’u wa al-Taufiq dalam Mengkompromikan Dua Dalil”

Ammā Ba’du..

Key words: “Andaikata malam itu Allah tidak meridlai berdirinya NU, malam itu juga NU tidak akan pernah ada.” (KH. Ridlwan Abdullah/Pencipta Lambang NU)

Sebagaimana jamak di ketahui khususnya di lingkungan Nahdliyyin bahwa ketika ada pertanyaan atas dokumentasi sejarah angka mengenai tanggal 31 Januari 1926 M., atau bertepatan 16 Rajab 1344 H., maka jawaban yang segera terlintas adalah sebuah tanggal keramat atas lahirnya ormas terbesar di Indonesia bahkan dunia. Ormas yang dari berdirinya terilhami dengan semangat nasionalisme dan cinta tanah air (hubbu al-wathan min al-īmân).

Pertanyaannya adalah apakah tanggal hijriyahnya bertepatan dengan 17 Rajab 1344 H, atau 16 Rajab 1344 H?

Pemirsa…

Berdasarkan sejarah, NU didirikan pada hari Ahad Pon, 31 Januari 1926 M. yang bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Untuk tanggal kalender masehinya semua sepakat tidak ada perbedaan yaitu tanggal 31 Januari. Akan tetapi apakah pertemuan itu berlangsung siang hari ataukah malam hari? Pertanyaan ini seolah tidak begitu relevan dan tanpa korelasi. Sebab untuk apa mempermasalahkan malam atau siangnya toh yang penting berdiri. Tapi segera kita sadar bahwa dalam teori ilmu falak, sejak matahari terbenam atau saat maghrib tiba tanggal baru hijriyah sudah berganti yang tentunya berbeda dengan sistem kalender masehi. Analisa historis-sosiologis bahwa pertemuan itu dilaksanakan pada malam hari, yaitu terlacak dari petikan wawancara/pangandikan dari KH. Ridlwan Abdullah/Pencipta Lambang NU dengan berkata: “Andaikata malam itu Allah SWT tidak meridlai berdirinya NU, malam itu juga NU tidak akan pernah ada.”

Karena di situ ada redaksi “malam itu” yang terulang 2 kali, maka dapat di duga bahwa pertemuan itu berlangsung pada malam hari. Itu artinya berdirinya NU menurut kalender hijriyah yaitu 17 Rajab 1344 H. Karena pada malam hari (sejak senja di ufuk barat/waktu Maghrib) tanggal sudah berganti. Dengan demikian jika tanggal 17, Kenapa para Kyai memilih tanggal 17 ? Lagi-lagi menganalisa keramatnya angka 17, diambil mulai dari jumlah bilangan rakaat shalat fardhu, 17 Ramadhan hingga tanggal 17 Agustus kemerdekaa RI adalah menjadi sesuatu yang elok di pandang dan terkait terkelindan.😃

Solusi al-Jam’u wa al-Taufiq.

Dalam ranah disiplin ilmu ushul fikih di kenal teori bahwa apabila ada dua dalil yang seolah nampak berlawanan (ta’arudh al-adillah) maka solusi cerdasnya paling tidak menempuh beberapa langkah diantaranya dengan cara mengkompromikan jika memungkinkan atau biasa di sebut al-jam’u wa al-taufiq. Alasannya karena mengamalkan atau menggunakan kedua pendapat/dalil lebih utama dibandingkan dengan membiarkan/menelantarkan salah satu pendapatnya.

DUL (Dengan Ungkapan Lain), di sebut atau tertulis tanggal 16 Rajab, itu berarti pengukuan berdirinya pas pada saat jelang Maghrib atau antara waktu ba’da Ashar hingga Maghrib itulah detik-detik peresmian, nah sambutan dan tasyakuran besar-besaran (yang konon di kemas dalam acara haul di sebuah pesantren agar Londo-Londo tidak curiga) dikerjakan malam hari habis shalat Isya’. Atas hal itu sehingga wajar jika ketika KH. Ridlwan Abdullah bercerita suasana pertemuan itu dengan menggunakan redaksi “malam itu”, di samping Kyai dan Ulama kala itu waktu senggang dan longgarnya paling banyak di malam hari sehingga mengadakan pertemuan yang begitu sakral itu para Kyai Ulama Habaib bisa hadir semuanya.

Penulis: Mu’inan Rafi El-Guraisiqy, Kota Yogyakarta.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *