Gus Muwafiq: Tembang Macapat Perlambang Siklus Kehidupan Manusia

Gus Muwafiq Tembang Macapat Perlambang Siklus Kehidupan Manusia

Gus Muwafiq: Tembang Macapat Perlambang Siklus Kehidupan Manusia

Dalam rangka peresmian Masjid Roudhotul Jannah Dusun Pojok Harjobinangun panitia menyelenggarakan pengajian umum yang menghadirkan Gus Muwafiq sebagai pembicara, Rabu (16/10//19). Dengan penuh antusias, warga Kecamatan Pakem berbondong-bondong menghadiri pengajian tersebut.

“Seseorang yang punya masjid sudah punya jalan pulang menuju Allah Swt. Seperti kata orang terdahulu sangkan paraning dumadi, sebab hakikatnya manusia asalnya sama walaupun keadaannya berbeda-beda, namun sangkan paraning dumadinya sama,” kata Gus Muwafiq di hadapan para hadiri.

Gus Muwafiq lalu menjelaskan keistimewaan manusia dibanding dengan makhluk lainnya.

“Manusia asalnya tidak dari bumi, melainkan diturunkan Allah dari langit. Yang asalnya asli dari bumi di antaranya sebangsa kucing, sapi, kambing dan sebagainya. Hal ini yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya yang tersirat dalam lafadz laqod kholaqnal insana fii aksani taqwiim,” terang Gus Muwafiq

Sebaik-baiknya makhluk-Nya, lanjut Gus Muwafiq, adalah manusia yang beriman dan beramal sholeh, seperti halnya lafadz  Ilalladziina aamanuu wa’amilussholihat.

“Manusia ketika sudah dikenal baik oleh penduduk langit dan bumi karena bagus pekertinya, sampai akhir hayat pun banyak yang mendatangi bahkan banyak yang menziarahinya seperti halnya lafadz Falahum ajrun ghoiru mamnun,” kata Gus Muwafiq

Gus Muwafiq juga menjelaskan paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang bersanad sampai Rasulullah Saw.

“Orang yang sudah Iman dengan agamanya mempunyai kelas yang namanya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang mana tingkat kepangkatan ikut Rosulullah Saw. Namun, jangan samakan tingkat Imannya pada zamannya Nabi. Yang jadi masalah adalah yang menyamakan kondisi Islam pada zaman Shahabat, dengan mayoritas sekarang,” jelas Gus Muwafiq

Gus Muwafiq kemudian menerangkan bahwa umat saat ini jelas berbeda dengan umat pada zaman Nabi Muhammad Saw.

“Mari kita dudukkan Aamanu wa’amilusholihati dengan akhsani taqwiim. Kita memang tidak belajar lagsung melalui Nabi, namun melalui beberapa Sanad guru, beberapa sanad yang sumbernya dari KH.Hasyim Asy’ari adalah Kyai Asy’ari, Khoiron, Kyai Abdul Wahid Salatiga, Kyai Abdul Khalim Boyolali, Kyai Sufi Tuban, Kyai jabbar, Abdul Rohman Lasem, Abdul Halim Bendowo, Cokrojoyo Sunan Geseng, Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Ampel, Ibrohim Asmara Tuban, Jumadil Al-Khusaini Al-Kabir/Syekh jumadil Kubro, Sayyid Muhammad  Pasai, Sayyid Ahmad Jalaluddin Campa, Sayyid Abdul Malik Mongolia, Sayyid Alwi Ammil Faqih, Sayyid Shohib Mirbak, Sayyid Kholik Qosam, Sayyid Alwi, Sayyid Muhammad, Sayyid alwi, Syaiid Ahmad al-muhajir, Sayyid Isa, Sayyid Ubaidillah, Sayyid Muhammad, Sayyid Ali uroidi, Sayyid Ja’far Shodik, Sayyid Bakir, Sayyid Ali Zaenal Abidin, Sayyidina Hasan Husen, Sayyidina Ali, Rosulullah Saw. Inilah yang disebut dengan ahli Sunnah Waljama’ah”, ungkap Gus Muwafiq panjang lebar.

Kemudian, Gus Muwaffiq juga menjelaskan tembang jawa sebagai sarana untuk mengetahui siklus kehidupan manusia.

“Orang jawa biar tidak lupa dengan istilah sangkan paraning dumadi, Ulama terdahulu menciptakan lagu macapat, di antaranya Pertama maskumambang yaitu awal penciptaan manusia dalam istilah orang Jawa diadakanlah mitoni dan mapati. Kedua mijil, manusia telah lahir kemudian diakikahhkan. Ketiga kinanti, anak-anak kecil diajari ilmu dan akhlak. Keempat sinom, sudah menjadi anak muda. Kelima asmaradana, manusia sudah mulai mengenal cinta. Keenam gambuh, manusia membangun rumah tangga. Ketujuh dandang gula, pahit manisnya kehidupan. Kedelapan durma, berdarma bakti seperti halnya buah kehidupan. Kesembilan pangkur, manusia sudah mengalami kerepotan. Kesepuluh megathruh, putusnya ruh dari jasad manusia. Kesebelas pucung, manusia dipocong. Nang neng nang nong ndang-ndang gung, nangkene yo nang kono, ndang-ndang bali nang hiyang agung sebagai musik pengingat kehidupan manusia,” ujar Gus Muwafiq.

Orang Jawa, lanjut Gus Muwafiq, lama kelamaan paham, ketika berkumpul dikasih makanan tumpeng yang disertai dengan mawar, kenanga, kantil yang mengandung makna uripmu kimawarna, keno ngono keno ngene ning atimu kudu kantil nang gusti Allah, akhirnya orang Jawa faham tentang Iman. Ketika akhsanu.nya beda, maka aamanu.nya juga berbeda.

“Proses perjalanan Islamisasi di Jawa sungguh luar biasa yang mana, dulu agama hindu-budanyanya sangat kental yang akhirnya bisa diajak menuju Islam,” tandas Gus Muwafiq. (Siti Kholisatul Wahidah/Rn).

Gus Muwafiq: Tembang Macapat Perlambang Siklus Kehidupan Manusia

*Penulis adalah Mahasiswa KPI STAISPA yang sedang Magang Profesi di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *