Grand Syekh Al-Azhar di PBNU: Biarlah Mazhab Nahdliyyin Tetap Ada! (03)

mazhab nahdliyyin

Oleh: Muhammad Aunul Abied Shah, Mustasyar PCI NU Mesir dan murid langsung Grand Syekh Al-Azhar Ahmad Muhammad Ahmad Al-Thayyeb.

Kemudian Grand Syekh Al-Azhar (GSA) berpendapat bahwa semua karakteristik dan distingsi (faktor/variabel pembeda) daripada Islam Nusantara (yang dipaparkan oleh Kang Said) adalah kesejatian agama Islam itu sendiri. Itulah yang menggabungkan kita semua dalam koridor “saling menghormati dan menjaga siapapun yang shalat seperti kita, menghadap kepada kiblat yang sama, dan memakan makanan yang kita sembelih.”

“Kesejatian Islam tersebut kemudian mengejawantah/termanifestasikan dalam tindakan sehari-sehari manusia muslim, baik dalam konteks individual dan maupun dalam konteks bermasyarakat dan bernegara. Tentu saja saya datang ke sini tidak bermaksud untuk mengajarkan apa yang menjadi adat-kebiasaan di tempat saya, apalagi kalau melihat bahwa sekarang kawasan Arab (bahkan dunia Islam secara umum) secara sosial-politik sedang bermasalah,” tegas Grand Syekh Al-Azhar.

Akan lebih penting, menurut beliau, untuk menekankan: jangan sampai perbedaan antar setiap bangsa dan golongan muslim menghalangi kita untuk saling menghormati, apalagi sampai merendahkan bangsa lain, apalagi sampai memonopoli kebenaran dan mengkafirkan pihak lain.

“Apapun yang terjadi, saya anti orang yang merasa lebih tinggi dari orang lain, saya anti monopoli kebenaran, saya anti takfir . Tidak ada yang bisa mengeluarkan seorang muslim dari status keislamannya kecuali mengingkari apa yang membuatnya masuk sebagai seorang muslim,” lanjut Grand Syekh Al-Azhar.

GSA juga menegaskan bahwa kita tidak bisa menegasikan adanya perbedaan bangsa dan aliran pemikiran. Semua madzhab ada, dan biarlah itu tetap ada, tidak perlu dipaksakan jadi satu.

“Biarlah salafisme itu ada, biarlah sufisme ada, biarlah syiah itu ada.”

“Bahkan biarlah Madzhab Azhary itu ada, biarlah pula Madzhab Nahdliyin juga tetap ada. Yang penting kita semua bisa bersinergi dalam ko-eksistensi!.” Grand Syekh Al-Azhar melihat itu semua sebagai keniscayaan historis.

Lebih jauh, GSA juga berpendapat bahwa orang yang memaksakan penyatuan semua aliran Islam itu adalah orang yang keislamannya masih berkualitas anak-anak; mereka melihat dunia hanya berwarna hitam putih: kalau anda tidak benar berarti salah.

Kalau anda bukan golongan kami berarti musuh kami! Islam yang dewasa, menurut GSA adalah Islam yang merangkul dan tidak meminggirkan.

“Ya, saya berbeda dengan anda, tetapi saya tetap menghormati anda dan menyayangi anda sebagai saudara seagama!,” pungkas GSA begitu menyejukkan semua yang datang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *