Oleh: Ahmad Rahma Wardhana, S.T., M.Sc, Ketua Bidang Riset dan Pengembangan PW LPBI NU DIY / Peneliti Pusat Studi Energi UGM.
Pengertian energi terbarukan sedikitnya dapat ditinjau dari dua perspektif, yakni sumber dan pemanfaatannya. Pertama, energi terbarukan berasal dari sumber yang terbarukan secara alami maupun budidaya, berkelanjutan, serta laju produksi yang lebih cepat dibandingkan laju konsumsinya. Contoh sumber yang dimaksud adalah sinar matahari, angin, hujan atau air, pasang-surut dan gelombang air laut, serta panas bumi (secara alami) dan biogas, biomassa, biosolar, bioavtur, serta bioetanol (lewat budidaya). Kedua, energi terbarukan mempunyai empat fungsi khas yaitu menghasilkan energi dalam bentuk listrik, sebagai pendingin atau pemanas air dan udara, sumber energi bagi sarana transportasi, dan memberikan jasa energi untuk wilayah terpencil.
Salah satu perbedaan mendasar antara energi-energi terbarukan dengan energi berbasis fosil (minyak, gas, dan batubara) adalah munculnya emisi gas rumah kaca berupa CO2, CH4, dan N2O, yang dihasilkan oleh energi fosil. Data International Energy Agency (IEA) tahun 2016 menunjukkan bahwa energi terbarukan –bersama beberapa sumber energi non-fosil lain– memasok sekitar 19% kebutuhan energi dunia, dengan kontribusi emisi karbon (CO2) global sebesar 1%. Bandingkan dengan batu bara, misalnya, dengan pasokan energi yang mencapai 27%, ia justru menyumbang hingga 44% emisi karbon. Sementara 32% pasokan minyak bumi menghasilkan 35% emisi karbon dan 22% pasokan gas alam emisinya mencapai 20% dari emisi karbon global. Padahal, emisi gas rumah kaca karena aktivitas manusia sangat dimungkinkan merupakan faktor dominan penyebab terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim.
Apa dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim bagi Indonesia? United Nations Development Programme (UNDP) menyatakan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim akan menimbulkan reaksi berantai yang mengancam manusia, lingkungan, dan kemakmuran (3P, yaitu people, planet, dan prosperity). Reaksi berantai tersebut adalah cuaca ekstrim, hilangnya keanekaragaman hayati, es global yang mencair, serta gelombang panas dan kekeringan ekstrim. Reaksi berantai ini akan sangat terasa bagi masyarakat, baik ketika terjadi langsung (misal: terhambatnya distribusi barang dan jasa atau kacaunya produksi pangan di darat dan laut karena cuaca ekstrim), maupun ketika berpadu dengan kerusakan lingkungan lain (misal: banjir dan tanah longsor karena cuaca ekstrim dan perusakan hutan atau alih fungsi lahan yang melebihi daya dukung lingkungan).
Sementara hilangnya biodiversitas akan semakin menggerus peringkat Indonesia sebagai negara dengan biodiversitas terbesar ketiga di dunia, sekaligus kehilangan potensi pemanfaatan biodiversitas di bidang pangan (sumber keanekaragaman nutrisi), farmasi (termasuk kosmetik), budaya (termasuk pariwisata), dan energi berbasis makhluk hidup, serta berhentinya beberapa fungsi lingkungan (misal: pemurnian udara dan air, penjaga kesuburan tanah, pengendali alami temperatur dan iklim). Untuk es global yang mencair, gelombang panas, dan kekeringan ekstrim, di antara akibat langsungnya bagi masyarakat adalah banyaknya pulau kecil (berpenghuni maupun tidak) yang akan tenggelam serta semakin parahnya krisis air.
Uraian tersebut semakin menjelaskan kaitan erat antara penggunaan energi terbarukan dengan pemanasan global dan perubahan iklim bagi kita masyarakat Indonesia: bagian dari upaya bersama menghadapi keduanya dengan mengurangi laju bertambahnya emisi karbon yang dilepas ke lingkungan.
Patutlah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha-Esa, karena telah menganugerahkan kepada Indonesia berupa bentang alam yang dapat mendukung berkembangnya energi terbarukan di Indonesia, yakni: (1) matahari bersinar sepanjang tahun; (2) negara beriklim tropis sehigga tidak mengalami musim dingin yang membutuhkan panas secara massif; (3) memiliki lautan yang luas: sumber energi pasang-surut atau gelombang laut; (4) terdapat kawasan perkotaan besar yang padat: sumber energi dari sampah dan limbah; (5) rangkaian gunung api dan hutan: sumber energi panas bumi sekaligus fungsi konservasi air dan biodiversitas; (6) sungai, pegunungan, dan saluran irigasi: sumber energi air (pikohidro, mikrohidro, minihidro, PLTA); (7) biodiversitas terbesar ketiga di dunia: sumber diversifikasi energi berbasis makhluk hidup (biofuel berbasis ekstraksi tumbuhan atau ganggang, panas biomassa); (8) negara kepulauan: peluang kemandirian energi berbasis sumber daya terbarukan lokal. Sungguh, tak pelak lagi, pengembangan energi terbarukan di Indonesia adalah sebuah keniscayaan.
Energi Surya dan Tantangannya
Pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih mengalami beberapa tantangan esensial. Hanya saja, tantangan tersebut bukan menghambat, tetapi justru memicu para praktisi, peneliti, dan pengguna energi terbarukan untuk terus berinovasi. Salah satunya adalah energi terbarukan yang memanfaatkan sinar matahari atau energi surya.
Energi surya sering disebut sebagai PLTS atau pembangkit listrik tenaga surya. Pada dasarnya, PLTS adalah sebuah sistem yang mengubah sinar matahari menjadi listrik. Sistem tersebut sedikitnya terdiri dari panel surya (biasa pula disebut sel surya atau modul surya), baterai (penyimpan listrik), pengatur pengisian, dan inverter (pengubah jenis arus). Panel surya merupakan komponen yang dijemur menghadap matahari dan berfungsi mengubah sinar matahari menjadi listrik. Baterai dibutuhkan apabila listrik akan digunakan di malam hari atau sebagai alat untuk menstabilkan energi listrik dalam memasok peralatan peralatan elektronik sehingga dapat menyala.
Sementara pengatur pengisian digunakan untuk mengatur nyala-padamnya listrik saat mengisi baterai dan saat listrik dari baterai menyalakan alat elektronik, agar tidak melampaui batas tertentu sehingga dapat merusak baterai. Inverter sendiri berfungsi untuk mengubah arus listrik dari panel surya dan baterai yang sifatnya searah (atau biasa disebut DC, yakni listrik yang kutub positif dan negatifnya harus diperhatikan) menjadi arus bolak-balik (atau biasa disebut AC, yakni listrik yang lazim digunakan di listrik PLN). Pengubahan ini diperlukan karena kebanyakan peralatan elektronik membutuhkan listrik jenis bolak-balik.
Uraian komponen PLTS tersebut penulis sampaikan untuk menggambarkan betapa ringkasnya sistem PLTS bekerja, yakni dari sumber sampai dengan penggunaannya dalam menyalakan peralatan elektronik, sehingga dapat dipelajari dan dipahami secara cepat oleh masyarakat kebanyakan. Dikatakan sederhana apabila dibandingkan dengan sistem listrik PLN yang nampak ringkas dari perspektif pelanggan PLN, namun sesungguhnya merupakan sistem yang sangat kompleks, baik di sumbernya (pembangkitan di pembangkit listrik bertenaga uap yang berbahan bakar batu bara, gas, minyak atau pembangkit listrik tenaga turbin yang diputar oleh aliran air) maupun di distribusinya yang melibatkan sangat banyak komponen.