Empat Model Jihad dan Persoalan Perdamaian Saat Ini

model jihad

Oleh: Jamal Ma’mur Asmani, Peserta Konferwil ke-15 PWNU Jateng

Dalam Bahtsul Masail Waqiiyyah dengan mushahhih KH M Aniq Muhammadun, KH Raghib Sarang, dan KH Dr. Fadlolan Musyaffa’ di Konferwil ke 15 PWNU Jateng (Sabtu malam Ahad, 07 Juli 2018) kemarin, selain memutuskan tentang haramnya mahar politik juga membahas mengenai model jihad yang berkembang saat ini.

Bacaan Lainnya

Masalah jihad dalam pengertian perang. Dalam masalah ini diambil beberapa keputusan:

Pertama, jihad wajib jika negara ini diserang oleh non-muslim (kafir harbi). Kewajiban ini masuk kategori fardlu ‘ain (kewajiban individual yang tidak bisa diwakilkan).

Kedua, fardlu kifayah (kewajiban kolektif) jika kafir harbi (non muslim yang menyerang umat Islam) masih berada di negaranya sendiri. Fardlu kifayah ini cukup dengan menempatkan tentara muslim di perbatasan.

Ketiga, bagi penduduk sipil, tidak boleh jihad ke luar negeri tanpa ijin pemerintah yang sah. Begitu juga bagi militer tidak boleh pergi perang kecuali mendapat ijin dari pemerintah yang sah.

Keempat, dengan alasan apapun, orang Muslim tidak boleh berperang dengan orang Muslim. Bagaimanapun orang Muslim dengan Muslim lainnya adalah bersaudara, satu dengan yang lain saling menolong, bukan bermusuhan, apalagi berperang.

Dalam pandangan syariat, perang adalah wasilah untuk mendapatkan petunjuk Allah, bukan tujuan. Dalam konteks ini, maka jalur diplomasi harus dikedepankan supaya tidak menyebabkan jatuh korban dan untuk saat ini jalur diplomasi lebih efektif untuk menghindari huru hara politik yang semakin mencekam.
Dalam madzhab Syafi’i, perang disyariatkan dengan alasan kekufuran. Sedangkan dalam madzhab Jumhur (Hanafi, Maliki, dan Hambali), perang disyariatkan karena adanya ancaman. Artinya, jika non-muslim mengancam eksistensi umat Islam, maka perang tersebut disyariatkan. Namun, jika non-muslim hidup damai dan rukun dengan orang Muslim, maka perang tidak disyariatkan.

Pandangan Madzhab Syafii mungkin relevan dengan kondisi zaman Nabi dimana tujuan perang adalah memberantas kekufuran, memberikan petunjuk (hidayah) dan menumpas kesewenang-wenangan. Sedangan untuk zaman modern sekarang ini, dimana masing-masing negara otonom sebagai nation state (negara bangsa) maka pandangan mayoritas (Hanafi, Maliki, dan Hambali) lebih relevan supaya perdamaian dunia bisa ditegakkan.

Dalam konteks ini, maka agresi militer Israel ke Palestina adalah tindakan biadab yang mencederai kemanusiaan dan keadilan yang harus dikutuk dan dihentikan oleh masyarakat internasional tanpa melihat agama dan golongan.

Sabtu Malam Ahad, 07 Juli 2018 di PP Miftahul Huda Ngroto Gubug Grobogan

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *