Empat Macam Niat Orang Mencari Ilmu

Empat Macam Niat Orang Mencari Ilmu

Pada Ahad (6/10/19), dalam rangka progresivitas Mahasiswa, Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran (STAISPA) mengadakan Studium Generale yang di sukseskan oleh Program Studi Ilmu Tasawuf dengan tema Internalisasi Nilai-nilai Tasawuf Dalam Membentuk Intelektual Yang Berintegritas Era Millenial. Dengan penuh antusis, para mahasiswa mengikuti acara tersebut di halaman kampus STAISPA.

Acara ini menghadirkan dau pembicara sekaligus, yakni Dr. Fahruddin Faiz Pakar Filsafat & Tasawuf dan Tajul Muluk, M.Ag yang merupakan dosen Ilmu Tasawuf STAISPA. Dua pembicara tersebut dimoderatori oleh Dr. Rima Ronika

Pada kesempatan tersebut, Fahruddin Faiz menyampaikan soal niat yang merupakan elemen penting bahkan menjadi wadah bagi manusia. Apalagi dalam kasus menuntut ilmu.

“Imam Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah mengatakan bahwa kunci apa pun itu tergantung niatnya. Ketika niatmu salah, hal itu merupakan sumber dosa bagi guru-gurumu,” ujar Faiz.

Niat terdiri dari empat level, lanjut Faiz, pertama, niat formalitas, yakni niat paling dasar, seperti halnya niat kuliah hanya ingin mendapatkan gelar.

“Kedua, niat pada tingkatan ilmu: segala sesuatu diniatkan untuk mencari ilmu, seperti halnya niat kuliah untuk mencari ilmu. Ketiga, niat pada tingkatan mistik, pemberdayaan diri, seperti halnya niat kuliah agar berkualitas. Keempat, niat kesadaran profetik. Jangkauannya tidak hanya pada diri sendiri, tapi untuk orang lain, seperti halnya, memberikan banyak kontribusi pada orang lain. Level ke-empat tersebut adalah niat yang paling tinggi tingkatannya,” jelas Faiz panjang lebar.

Sementara itu, Tajul Muluk menyampaikan tentang pentingnya mengenali diri sendiri.

“Ketika kita mau mengenali hati kita, yaitu dengan meng-orientasikannya, jadikan belajar sebagai sarana untuk dekat dengan Allah,” ujar Tajul.

Menurut Hamzah Bashri, lanjut Tajul, setiap aktivitas dievaluasi, mampukah segala aktivitas itu bisa membuat dekat dengan Allah atau tidak.

Tajul juga menyampaikan tentang perkara batin. Imam Al-Ghozali dalam kitab Ihya menyebutkan ciri seseorang yang batinnya dalam keadaan benar.

“Di antara cirinya adalah selalu murah senyum dan menggembirakan, Rido untuk senantiasa ikhlas dengan situasi yang diterima, kemudian yang selalu menjadi pertimbangan adalah Allah, kemudian ciri yang selanjutnya adalah cinta kepada Allah,” tegas Tajul.  (Siti Kholisatul Wahidah/Rn).

*Penulis adalah Mahasiswa KPI STAISPA yang sedang Magang Profesi di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *