Dr. Ahmad Norma Permata: Radikalisme Suka Mampir ke Muhammadiyah

Prof. Purwo dan Dr. Ahmad
Prof. Purwo dan Dr. Ahmad

Berita NU, BANGKITMEDIA.COM

YOGYAKARTA-Seminar ilmiah dengan tema “Menyorot Teror Lanjutan Pasca Bom Surabaya (Upaya Pembacaan dalam perspektif Agama, Keamanan dan Geopolitik Global)”, dilaksanakan di kampus UNU Yogyakarta yang terletak di Jalan Lowanu no. 47, Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta, pada hari Selasa, 22 Mei 2018.

Acara ini menghadirkan empat pembicara kondang, yaitu K.H. Abdul Muhaimin (Pengasuh PP. Nurul Ummahat dan Pendiri Forum Persatuan Umat Beragama), Prof. Noorhaidi Hasan, S.Ag., M.A., M.Phil., Ph.D (Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Muhammad Najib Azca, Ph.D (Dosen Sosiologi FISIPOL Universitas Gajah Mada) dan Dr. Ahmad Norma Permata (Ketua PP Muhammadiyah).

Bacaan Lainnya

“Sepanjang jalannya seminar ini yang paling seru pengakuan Dr. Ahmad Norma Permata,” demikian Prof. Purwo Santoso selaku Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta memberikan komentar dalam acara ini.

Apa yang menarik dari pengakuan itu?

Dr. Ahmad Norma Permata, salah satu Ketua PP Muhammadiyah  ini mengakui bahwa radikalisme lebih suka mampir ke kader Muhammadiyah, karena kalau ke kader NU terlalu jauh. Pernyataan Dr. Ahmad Norma Permata ini berdasarkan spektrum paham agama di Indonesia.

Gambar spektrum di atas menunjukkan kaum puritan lebih dekat dengan kaum fundamentalis. Dalam artian ada oknum Muhammadiyah lebih condong dengan kaum radikal dari segi pemahaman agama.

Selain spektrum paham agama tersebut hal ini didasarkan kasus pengeboman yang terjadi di Surabaya beberapa pekan lalu yang menyeret kader Muhammadiyah.

“Paham radikal yaitu paham agama yang ahistoris, intoleran, dan kekecewaan sosial yang meliputi ketidakpuasan, kebencian terhadap sistem, elit atau kelompok lain.” tegas Dr. Ahmad Norma Permata menambah keterangan.

“Sudah jelas bahwasanya paham radikal hadir karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi baik secara kepercayaan (agama), sosial, budaya dan politik. Kaum radikal hadir beriringan adanya permainan ataupun perlawanan politik. Tujuannya yaitu perebutan insentif politik,” lanjutnya.

Kasus teror bom mulai di Mako Brimob, Surabaya, Sidoarjo dan Pekanbaru Riau kemungkinan besar didalangi elit politik. Mengingat tahun 2018-2019 menjadi ajang perebutan kekuasaan di pemerintahan.

“Marilah di tahun politik ini kita berkompetisi secara sehat. Jangan sampai karena perebutan kursi kekuasaan persatuan dan kesatuan NKRI kita korbankan. Jadilah pemimpin yang mengayomi masyarakat bukan malah sebaliknya menakut-nakuti dengan teror yang ditungangi kepentingan golongan atau kelompok,” pungkasnya. (Hadi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *