Pesantren adalah institusi yang telah berabad-abad lamanya mewarnai sistem pendidikan di Indonesia. Sebagai lembaga pendidikan Diniyah, pesantren menjadi tumpuan dalam meningkatkan pengetahuan, membangun kekuatan karakter bagi para peserta didik. Maka tidak heran jika sistem pendidikan pondok pesantren telah banyak melahirkan figur dan tokoh penting dalam perkembangan bangsa ini.
Demikian disampaikan Ketua DPW PKB DIY, Agus Sulistiyono dalam pres release yang dikeluarkan Rabu (09/08).
Di Indonesia, lanjut Agus, latar belakang berdirinya pendidikan ala pesantren dan madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu semangat pembaharuan yang berasal dari islam dan respon terhadap kebijakaan pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta mengembangkan sekolah-sekolah umum tanpa dimasukkan pelajaran dan pendidikan agama Islam.
“Tokoh-tokoh muslim di Indonesia akhirnya mendirikan dan mengembangkan pesantren atau madrasah di Indonesia didasarkan pada tiga kepentingan utama, yaitu: 1) penyesuaian dengan politik pendidikan pemerintah kolonial; 2) menjembatani perbedaan sistem pendidikan keagamaan dengan sistem pendidikan modern; 3) agenda modernisasi Islam itu sendiri,” tulis Agus.
Namun demikian, kata Agus banyak kalangan praktisi atau pegiat pendidikan madrasah dan pondok pesantren resah lantaran kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah mengeluarkan Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomer 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Banyak kalangan yang menganggap bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai dengan Undang- Undang (UU) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
“Kebijakan ini terbukti dengan nyata menimbulkan masalah dan keresahan di masyarakat, bahkan merambah pada Ormas-ormas di Indonesia, sehingga menimbulkan gelombang protes yang dilakukan,” jelas Agus Sulistiyono
Menurut Agus, gelombang protes sdh terjadi di berbagai kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten dan DIY. Kebijakan menteri pendidikan ini jelas memantik kemarahan para pegiat pendidikan di Indonesia. Kita ketahui bersama bahwa pendidikan di indonesia sebelumnya (baca; madrasah dan pesantren) terbukti sudah mampu melahirkan generasi terbaik bangsa yang berkarakter dan berkomitmen menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi, pemendikbud no 23 tahun 2017 itu harus dibatalkan, karena jika kebijakan tersebut diberlakukan maka akan merugikan dan mengkhianati cita-cita perwujudan dan pembentukan karakter bangsa.
Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PBNU Prof. DR. KH. Said Aqiel Siradj beberapa kali mengatakan pihaknya menolak keras kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait sekolah delapan jam selama lima hari atau yang disebut dengan Full Day School (FDS). Dalam persoalan ini, PKB dan NU menolak diterapkannya Full Day School karena sangat merugikan terhadap madrasah diniyah dan pondok pesantren yang dikelola oleh NU dan ormas yang lain.
“Ada kurang lebih dari 76 ribu madrasah yang dirugikan jika kebijakan ini diterapkan”, ungkap Agus Sulustiyono. “Dalam beberapa kesempatan, saya juga menyampaikan bahwa Permendikbud No 23 Tahun 2017 ini adalah langkah mundur”, pungkasnya.
Lebih jauh lagi, Agus juga mengatakan bahwa “Madrasah Diniyah (Madin) merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam non formal yang memiliki kiprah panjang dalam dunia pendidikan keagamaan di Indonesia. Madin merupakan bagian dari pendidikan karakter yang memiliki kontribusi tidak kecil dalam pembangunan karakter bangsa atau kebijakan pendidikan nasional. Madin juga telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan dalam proses pencerdasan masyarakat dan bangsa, khususnya dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan”, pungkasnya.
Kami beserta seluruh jajaran DPW PKB di DIY juga telah lakukan kajian mendalam dan pantauan intensif, ada banyak fakta dilapangan menunjukkan bahwa mayoritas sekolah belum siap dalam rangka menerima kebijakan 5 hari sekolah atau 8 jam pelajaran ini. Kesiapan itu menyangkut banyak hal antara lain terkait fasilitas yang menunjang kebijakan lima hari sekolah/8 jam belajar Full Day School.
“Mengingat tingginya gejolak serta keresahan yang terjadi di masyarakat di atas, maka saya atas mama Ketua DPW PKB DIY menginstruksikan kepada seluruh DPC PKB dan seluruh Anggota Fraksi PKB di Propinsi maupun Kabupaten / Kota untuk melakukan penolakan terjadap kebijakan tersebut,” tegas Agus.
Dengan beberapa alasan penolakan ini, lanjut Agus, kita ingin eksistensi Madin terus berkembang mewarnai pembentukan karakter bangsa dalam mengawal NKRI. (Khim Nur)