Curhat Cicit Syaikhona Kholil Bangkalan yang Jadi Dokter.
Dokter melawan siapa ? COVID atau Stigma.
Bismillahirramnirrahim
Allah menciptakan sarana menuliskan apa menjadi keresahan manusia post mileneal ini melalui Facebook, penemunya pun seorang yahudi yang menamakan Wall (terinspirasi tembok ratapan mungkin, di mana orang Yahudi curhat di situ).
Dokter melawan siapa?
Ini kalimat yang sering muncul di benak saya akhir-akhir ini. Banyak kata-kata sekarang tenaga medis adalah pejuang tenaga terdepan dalam melawan covid, sekarang dokter adalah pahlawan, sekarang semua harus mendukung tenaga medis dalam melawan covid. Itulah sedikit ungkapan dari banyaknya harapan kepada kami.
Mari kita bedah siapa sebenernya musuh kita, yang pertama adalah suatu yang tidak asing lagi virus dengan kode COVID 19. Saya rasa saat ini semua sudah hafal siapa itu covid 19, mulai dari kepala daerah, tokoh agama, mudzin masjid, sampai tukang angkut sampah sangat hafal dengan yang namanya covid 19. Tingkat pengetauan akan covid akan disesuaikan dengan pengetahuan yang mereka punya dan group What app mereka.
Sejak saya belajar ilmu kedokteran virus adalah virus. Sejenis mikroorganisme yang sangat kecil sekali bahkan untuk hidup dia memerlukan sel induk untuk hidup. Tapi sampai detik ini pun obat spesifiknya tidak ada, penyembuhan akan infeksi virus biasanya terjadi karena terbentuknya kekebalan yang ada pada tubuh manusia itu sendiri. Istilah medisnya self limited disease.
Nah, disini masalahnya Covid 19: sangat patogen, mutagenik, dan penularannya sangat cepat. Membuat bingung orang seluruh dunia. Melihat respon para pemimpin dunia, saya yakin awalnya pasti menganggap remeh virus ini. Tcuma Menkes kita, inilah lawan kita yang pertama.
Pada tahap ini….
Teman-teman sejawat akan berkata, “ah sudahlah yang penting kita kerja. Virus kan kalo daya tahan tubuh bagus kita akan kuat.”
Tiba-tiba muncul di berita ada 20 lebih dokter meninggal karena covid dan itu yang tertinggi di dunia untuk tenaga medis.
Stressor kedua muncul. Insya allah semua tahu. APD di negara kita yaa begitulah. Gelombang donasi APD entah itu yang sesuai standart atau tidak yang jelas itu membuat semangat bagi kami, bukan hanya tentang APD tapi keperdulian teman-teman semua menguatkan kami.
Okelah, dalam hati kecil kami, semua orang peduli pada kami, kita tetap kerja. Demi mereka yang peduli, toh hidup mati di tangan Allah, APD terbatas tidak sesuai standart kami tetap kerja, sekali lagi bismillah.
Tiba-tiba kami melihat ada sejawat kami bak pesakitan dihujat, dijauhi bahkan anak-anakpun tidak boleh ke mesjid. Saat tau dia rapid test positif (apa itu rapid test apa itu swab, ini kembali lagi tergantung group what app anda).
Hati saya berkata oke sadis juga yaa respon masyarakat, diapun sehat tak bergejala, mungkin karena dia gak prosedural sejak awal. Oke-oke maklum.
Tak selang berapa lama, ada perawat yang ditolak pemakamannya. Ya allah… ini yang membuat saya benar-benar terpukul. Ternyata terinfeksi covid-19 tidak seberbahaya Stigma.
Teman-teman sejawat, tenaga kesehatan lainnya. kita harus saling menguatkan dengan perannya masing-masing. Mengutip kata sodara saya Muhammad Ismael Al Kholilie
“Semangat terus kak dok.. Saya aja yang memperjuangkan kesehatan aba sumpek seperti ini. Apalagi hampian yang memperjuangkan kesehatan banyak orang.”
Insyaallah الأجر على قدر التعب
Pahala akan sesuai dengan jerih payah kalian.
Ini kutipan dari beliau waktu konsul kesehatan ayahnya.
Sekali lagi semoga hati teman-teman sejawat yang berjuang. Selalu dibawa menuju keikhlasan mencari ridho Allah.
Wassalam
Penulis: dr Farhat Surya Ningrat SpKK, cicit Syaikhona Kholil Bangkalan yang sekarang jadi ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bangkalan.