Cerpen Shinfa Labieq: Kulanjutkan Perjuanganmu
Suatu hari, saat Zhey pulang sekolah. Ia melihat ada anak perempuan yang sedang menjual gorengan di perempatan lampu merah. Hati Zhey merasa kasihan, sejenak ia bergumam. “Mengapa ia tak sekolah, bukankah kita telah diberi kesempatan untuk sekolah berkat perjuangan ibu kartini?” setelah ia bergumam, ia melanjutkan perjalanannya ke rumah.
Hari kedua pun ia melihat ana-anak perempuan tak bersekolah, malahan mereka ada yang mengemis dan ada yang menjual gorengan. Zhey pun mendekati salah seorang anak kecil yang kira-kira berusia delapan tahun. “Hai adik, namamu siapa?” tanya Zhey. “Namaku Laina kak!” jawab anak itu. “Wah nama yang indah, emmm… bolehkah aku bertanya padamu?” tanya Zhey.
“Boleh kak” jawabnya.
“Mengapa kamu tak bersekolah?”
“karena kata orang tuaku mereka tak punya uang kak untuk bersekolah, dan hanya ini yang bisa kulakukan.”
“Di mana orangtuamu?
“Ada di rumah” jawab Laina.
“Di mana rumahmu?, bolehkah aku kerumahmu?”
“Ya, tetapi aku takut pada ibuku, nanti ibuku marah kalau aku pulang sebelum gorengan ini habis!”
“Tak apa, nanti aku borong semuanya..”
“Benarkah! Kalau begitu ayo kerumahku!”
Ternyata, rumah liana dikolong jembatan, dan hanya dari kardus yang dirangkai. Melihat itu, hati Zhey merasa tambah kasihan, dan tekadnya pun tambah semangat. “Assalamualaikum bu,” sapa Laina pada ibunya. “ Mana uangnya?!” tanya ibu laina dengan kasar. “Ini bu…” “ jawabnya penuh rasa takut.
“Kau bawa siapa?”
“Emm.. maaf bu, sebelumnya saya Zhey, tadi saya melihat Liana dipersimpangan jalan. Saya merasa kasihan, mengapa liana tak bersekolah?” jelas Zhey.
“Alaaaaah!, kamu ini hanya anak kecil yang tak tahu apa-apa!, sana pergi ini keluargaku bukan keluargamu!” Akhirnya zhey pulang dengan rasa kecewa.
Sesampainya dirumah, muka Zhey tampak kecut, tak seperti biasanya. “Kenapa zhey?” tanya ibu. “Tadi sepulang sekolah, aku melihat anak kecil yang jualan di persimpangan jalan, aku merasa kasihan bu, aku ingin membantunya untuk bersekolah. Lau kudatangi dia dan kutanyai namanya, dan namanya itu Liana. aku mengajaknya untuk kerumahnya, dan kulihat rumahnya itu tak layak huni.”
“Memangnya, dimana dan seperti apa?” tanya ibu
“Rumahnya di kolong jembatan, dan hanya dari kardus”
“Lalu, apa yang kau lakukan?” tanya ibu penasaran.
“Aku ingin membantunya untuk membayar sekolahnya” jawab Zhey.
“Memangnya dengan apa kau ingin membantunya? Dan mengapa?”
“Aku ingin membantunya dengan tabunganku selama 4 tahun lalu, aku ingin membantu karena aku ingin melanjutkan perjuangan ibu R.A. Kartini bu.”
“Woow.. itu luar biasa, baiklah besok ibu jemput dan kita ke rumah Liana untuk menyakinkan ibunya.” Kata ibunya yang membuat Zhey kembali bersemangat.
“Yeay! Terimaksih bu!”
“sama-sama” kata ibu sambil memeluk bangga.
Hari itu, Zhey dijemput oleh ibunya, dan pergi ke rumah Liana. Sesampainya di rumah Liana, Zhey melihat Liana sedang membantu ibunya membuat gorengan untuk dijual.
“Assalamualikum Liana!”
“Waalaikumsalam, kak Zhey!” jawab Liana bersemangat.
“Eh, kamu datang lagi, ngapain lagi kamu kesini?” Kata ibu Liana.
“Maaf bu, sebelumnya, saya kesini bersama ibu saya, berniat untuk membantu Liana untuk bersekolah.” Jawab Zhey.
“Iya bu, saya kemarin diceritakan oleh anak saya Zhey, dan saya merasa kasihan..” ibu Zhey menjelaskan.
“Sudahlah, kalian ini . pura-pura menolong memang kalian ini siapa? Kerabat bukan, saudara bukan, pake tolong-tolong segala!” kata ibu Liana dengan nada tinggi.
“Maaf bu, sebaiknya ibu jangan bersikap seperti ini, pikirkanlah masa depan Liana!, dan buat apa ibu R.A kartini berjuang demi masa depan perempuan Indonesia, kalau banyak orang seperti ibu yang tidak menghargai perjuanganya!” kata Zhey tak mau menyerah.
“Iya bu, kasihanilah Liana, ia juga ingin bersekolah seperti teman-temanya!” tambah ibu Zhey. Dengan penjelasan dari Zhey dan ibunya dan menceritakan kisah perjuangan RA Kartini untuk kehidupan perempuan bangsa, akhirnya hati ibu liana luluh, dan menyetujuinya.
Dan setelah hari itu Liana mulai bersekolah seperti teman-temannya. Liana sangat bersyukur atas kesempatan yang dimilikinya. Liana mewujudkan rasa syukurnya dengan belajar rajin dan semangat menuntut ilmu untuk kehidupan yang lebih baik. Melihat prestasi Liana, ibu Liana semakin bangga dan dia pun semakin semangat mengais rejeki untuk anaknya yang punya prestasi.
*Shinfa Labieq, siswa kelas VII MTs. Binaul Ummah Bantul.
Demikian Cerpen Shinfa Labieq: Kulanjutkan Perjuanganmu. Semoga Bermanfaat.