Cadar Jelas Politik Ideologis, bukan Agamis

Kupas Tuntas Persoalan Cadar

Berita NU, BANGKITMEDIA.COM

YOGYAKARTA-Cadar menjadi perbincangan publik. Kebijakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Yudian Wahyudi menjadi kontroversi. Keberanian Prof Yudian banyak menuai protes, banyak juga yang mendukung. Cadar selama ini yang diyakini sebagai sesuatu yang agamis, ternyata akhir-akhir ini merupakan aksi politik. Makanya, Rektor UIN Sunan Kalijaga harus didukung.

Demikian yang dilakukan Al-Makin, Dosen UIN Sunan Kalijaga, yang mendukung Prof Yudian, lewat akun facebooknya (08/03).

Bacaan Lainnya

“Keberanian Rektor kami perlu diapresiasi. Biarkan yang lain diam, karena simpati massa politik, mungkin karir politik, beliau berani mengambil kebijakan. Kami semua di belakang mendukung imam berijtihad. Saatnya nyali mendapat simpati, bukan pura-pura cari dukungan massa yang mengatasnamakan agama lagi dan lagi,” tegas Al-Makin.

Al-Makin juga menegaskan bahwa bercadar lebih aksi politis, daripada budaya, apalagi agama.

“Saya mengunjungi Iran, Shiraz dan Teheran, minggu ini. Politik di sana sedang merindukan suasana tidak berjilbab demi pilihan kebebasan. Wanita-wanita muda dan tua, hanya basa-basi jilbabnya, mengakali politik. Rambut dicat, kelihatan kreatif. Celana dan baju seksi. Mereka bosan menutupi badan karena politik,” tegas Al-Makin penuh analisis.

“Indonesia mulai tahun 1980-an terpengaruh jilbab panjang juga ideologi politis, pengaruh globalisasi revolusi Iran. Iran bergeser jilbabnya atau non-jilbab, tapi Indonesia masih menggoreng isu ini jadi makanan politik,” lanjutnya.

“Cadar jelas politik ideologis, bukan agamis. Politik dengan makna ketertutupan, bahkan intoleransi, ketakwaan publik politis, yang juga sedang digoreng politisi (baik politik partai maupun politisi yang pengen kuasa dengan cara non konstitusional seperti khilafah). Baru saja negara tegas menolak khilafah, tentu isu cadar dibesar-besarkan untuk bikin rami-ramai. Jelas politik bukan agamis apalagi ikhlas, emosi iya,” tegas Al-Makin yang banyak meneliti soal Nabi.

“Gerakan ini sistematis dan rapi, penuh rencana politik. Harus ada yang berani membina cadar sebagai obat politik sebelum telat. Bayangkan 10 tahun lagi, jika semua pemimpin bangsa ingin main save play berpolitik, membiarkan unsur-unsur konservatisme intoleransi dalam main-main politik. Akankah seperti Iran? Orang-orang akan bosan dengan basa-basi agama dengan tujuan politik?,” pungkasnya. (rk)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *