Boyolali dan al-Maidah: Mari Mawas Diri dan Belajar!

boyolali

Jika diamati, dua kasus itu serupa kalo tidak dibilang sama. Pelaku-nya tidak bermaksud menghina, dan penonton on the spotnya juga happy, atau setidaknya tidak tersinggung sama sekali.

Video panjangnya dipotong pas bagian yang sensitif, lalu diupload. Lalu, orang-orang yang menonton videolah, bukan yang hadir on the spot, yang merasa terhina, atau setidaknya tersinggung. Apalagi di momen politik, tambah mudah viral dan membesar.

Pelaku di dua kasus itu, sama sama merasa heran. Bercanda kok jadi masalah. Para pembela dan pengagum mereka berdua, juga sama, ikut heran, dan menuduh pihak sebelah memperbesar untuk kapitalisasi politik.

Yang pro Boyolali sudah melaporkan dan sudah berdemo. Entah akan berjilid-jilid nggak. Yang pro al-Maidah, kita sudah tahu semua. Dengan berbagai cerita sedihnya.

Bedanya, yang satu soal etnik dan golongan, yang satu lagi soal agama. Mungkin yang Boyolali tidak akan sampai mencapai skala nasional. Kalau agama, berhati-hatilah, mudah membesar dan lama susah dipadamkan. Lebih sensitif dan banyak pasukan.

Inilah realitas terkini psiko sosial kita, semua, akibat internet, gadget, dan apalagi ditambah kepentingan politik. Internet dan gadget kawan.

Mari mawas diri, belajar dan belajar. Para elit juga rakyat. Energi kita selalu habis, bukan untuk membangun, tetapi sekedar memadamkan kebakaran yang awalnya tidak sengaja, tetapi telah meluluh lantakkan semua.

(Penulis: Dr Faqihudin Abdul Kadir, Cirebon)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *