Betapa Nikmat Menjadi Indonesia

H. Beny Susanto

Secara konseptual Negara Kesatuan Republik Indonesia (To be Indonesia dengan Pancasila, Bhineka Tunggal IKa, NKRI dan UUD 1945) sudah selesai, tetapi menjadi Indonesia (Being Indonesia) belum selesai dan terus berjalan. Hal ini ditandai oleh sejumlah gejala dinamika sosial-politik kebangsaan-kenegaraan mutakhir yang bergerak cepat. Pada 5 Agustus 2019, Persaudaraan Alumni 212, GNPF MUI, di Bogor Jawa Barat menggelar Ijtima Ulama IV yang antara lain merekomendasikan 8 keputusan, yang menonjol soal konsep NKRI Bersyariah.

Sementara pada 8 Agustus 2019, di Hotel At-Taiseer Tower Makah Saudi Arabia berlangsung silaturahmi NU se-Dunia XVIII, tema “Merajut Kembali Ukhuwah Wathoniyah Menuju Perdamaian Dunia” melahirkan “Deklarasi Makah” yang berisi 5 substansi pokok, antara lain komitmen terhadap NKRI, moderasi beragama dan membangun perdamaian baik untuk Indonesia maupun dunia pada umumnya yang sedang menghadapi problem intoleransi, konflik dan ekstrimisme (pasar dan agama).

Bacaan Lainnya

Beberapa kali terjadi penculikan, pembunuhan terhadap tenaga pembangunan, aparat kepolisian-TNI yang dilakukan oleh elemen Sparatis Papua Merdeka. Terbaru pada 13 Agustus 2019, di Papua, Briptu Haedar personil Polda Papua yang disandera oleh TPN OPM/Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka, berakhir wafat karena ditembak saat hendak melepaskan diri. Kemudian pada 15 Agustus 2019, di Malang Jawa Timur berlangsung aksi anarkis oleh Aliansi Mahasiswa Papua yang menuntut kemerdekaan dari NKRI melalui mekanisme referendum.

Meskipun berada jauh dari tanah air, Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan merasakan betapa nikmat menjadi Indonesia. Sudahkah nikmat ini dirasakan oleh seluruh warga dan bangsa Indonesia? Ritual tirakatan, refleksi kebangsaan dan doa bersama pun tetap dilakukan dengan beragam kegiatan yang sangat bermakna bagi proses pembangunan karakter nasional. Negara baik melalui Pemerintah Negara Kesatuan Republik Republik Indonesia maupun Kerajaan Saudi Arabia hadir melayani secara prima bagi warganya (dhuyuufur rahmaan/Para tamu Tuhan Yang Maha Pengasih).

Pohon Soekarno 1

Berkaca dari beberapa gejala tersebut tampaknya cukup membuktikan betapa menjadi Indonesia adalah proses dinamis dan tidak cukup hanya ditangani oleh negara melalui alat kelengkapan dan aparaturnya. Peran serta swasta, media, dan masyarakat melalui para tokoh agama (kyai, ustadz, pendeta, pastur, bikhu,..) menjadi sangat urgen untuk terus diperkuat. Bukan sekedar fakta, sejarah menunjukkan bahwa persoalan ideologi dan gradasi bernegara terus menghadang secara terang benderang.

Nikmat besar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa tidaklah boleh dikhianati dan diingkari. Caci maki, hoaks, ujaran kebencian dan fitnah menjadi penanda belum bisa mensyukuri nikmat. Tidak ringan memang tugas Presiden H. Ir. Joko Widodo, DPR dan DPD RI hasil Pemilu 2019 untuk terus menghadirkan pelayanan negara yang prima. Oleh karena itu saatnya memperkuat tali silaturahmi, persaudaraan dan persatuan nasional. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahNYa bagi seluruh bangsa dan negara Indonesia. Selamat Hari Kemerdekaan RI ke-74

Makah, 17 Agustus 2019/16 Dzulhijah 1440 H

Oleh: H. Beny Susanto, Pengasuh Ponpes Sunan Kalijaga Gesikan

Pohon Soekarno

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *