Bertirakat Pada Malam Lailatul Qadar Bagian 1

Bertirakat Pada Malam Lailatul Qadar Bagian 1

Bertirakat Pada Malam Lailatul Qadar Bagian 1- Dari Sayyidah Aisyah berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shollalahu alaihi wasallam, yaitu jika ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam itu adalah Lailatul Qadar, lalu apa doa yang mesati aku ucapkan?” Rasulullah menjawab: “Berdoalah Allohumma innaka Afuwwun Karim tuhibbul `afwa fa’fu `anni” (HR. Tirmidzi, No. 3513).

Pesuluk di jalan Allah, hajat mengerti waktu istimewa yang ada di bulan Ramadhan itu, yaitu Lailatul Qadar, yang diabadikan dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Qadar. Doa di atas adalah doa yang direkomendasikan Rasulullah kepada Sayyidah Aisyah untuk mengisi Lailatul Qadar. Inti doa adalah memohon ampunan  dan mengharap kawelasan Gusti Allah. Imam Tirmidzi menyebut hadits di atas dengan: “Ini hadits hasan shahih”.

Lailatul Qadar itu adanya di bulan Ramadhan, dan terus ada setiap tahun, sebagaimana Ibnu Umar berkata: “Rosulullah shollallohu alaihi wasallam ditanya dan saya mendengar tentang Lailatul Qodar, maka Rosulullah bersabda: “Lailatul Qodar itu ada di setiap Ramadhan” (HR. Abu Dawud, No. 1387). Imam Abu Dawud menyebutkan hadits itu pada bab “Man Qola Hiya fi Kulli Ramadhan” (I: 167). Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam Ad-Durrul Mantsur (XV: 541), menyebut riwayat tentang hadits ini juga dikeluarkan oleh Imam ath-Thabrani.

Tentang Qaul Imam Syafi`i

Lailatul Qadar adalah salah satu keagungan yang ada pada bulan Ramadhan, selain menjalankan puasa fardhu (dhahir dan bathin). Karenanya, kerugian besar bagi yang meninggalkannya. Tentang Ramadhan dan Lailatul Qodar ini, ada  riwayat perkataan Imam Syafii, begini:

“Rabi’ bin Sulaiman berkata: “Saya mendengar Imam Syafi`i berkata: “Berkata Rabi’ah (yaitu Abu Abdurrahman), barangsiapa yang berbuka (membatalkan) sehari pada bulan Ramadhan, ditetapkan (dihitung) sebagai 12 hari, karena Allah memilih 1 bulan (Ramadhan) dari 12 bulan yang ada.”

“Dikatakan kepada Imam asy-Syafi`i, Allah berfirman “Malam Al-Qadar lebih baik dari 1000 bulan (al-ayat), maka (dia berkata) “barangsiapa meninggalkan sholat pada malam Lailatul Qodar wajib atasnya untuk mengerjakan shalat 1000 bulan, sebagai qiyas atas firman-Nya” (Tafsirul Imam asy-Syafi`i, versi Daru Tadammuriyah, 1206/1427, hlm. 1451).

Apa yang dikatakan Imam asy-Syafi`i, adalah perkataan untuk menunjukkan keagungan Ramadhan dan Lailatul Qadar, dari sudut hakikat. Karenanya, pada hakikatnya, orang yang meninggalkan puasa 1 hari di bulan Ramadhan, dia meninggalkan kualitas puasa selama 12 hari. Makna ini lebih dapat diterima, karena orang yang meninggalkan puasa sehari di bulan Ramadhan, dia tidak dihitung dalam mengqadha’nya sebagai meninggalkan 12 hari.

Demikian pula, orang yang meninggalkan sholat pada malam Lailatul Qadar, hakikatnya dia harus mengerjakan sholat selama 1000 bulan, untuk mengqadha’nya. Akan tetapi, pada kenyataannya, dari sudut fiqh, orang yang meninggalkan sholat pada saat malam Lailatul Qadar pun (sebagai bagian di bulan Ramadhan), berkewajiban mengqadha’, tetap sejumlah dari jumlah sholat yang ditinggalkan, bukan selama 1000 bulan. Oleh karena itu, perkataan Imam Syafi`i di atas, lebih sebagai  dorongan agar umat Islam jangan pernah meninggalkan puasa seharipun di bulan Ramadhan, dan jangan pula meninggalkan atau terlewat sholat fardhu pada malam Lailatul Qadar, karena Imam Syafii mengisyaratkan keagungannya itu.

Lebih-lebih lagi, karena Lailatul Qadar itu tidak bisa diprediksi sebagai sesuatu yang tetap pada hari tertentu, maka perkataan soal Lailatul Qodar dari qaul Imam asy-Syafi`i, sebenarnya adalah dorongan agar amal-amal sholat fardhu jangan sampai ditinggal selama Ramadhan penuh. Dengan demikian pula, hakikat Ramadhan dan Lailatul Qodar, bagi Imam Syafi`i, dilihat sebagai yang memang sangat agung dan perlu diisi dengan amal-amal kebaikan.

_________________

Semoga artikel Bertirakat Pada Malam Lailatul Qadar Bagian 1 ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak artikel terkait di sini

kunjungi channel youtube kami di sini

Penulis: Nur Kholik Ridwan, Pembina Yayasan Bumi Aswaja Yogyakarta, dan Pengasuh PP Bumi Cendekia, Gombang, Yogyakarta.

Editor: Anas Muslim

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *