Berguru Kepada Prof. Quraish Shihab

Prof. Quraish Shihab

“Saya merasa tidak hidup kalau tidak menulis,” ujar Pak Quraish Shihab. Kebiasaan Pak Quraish menulis sudah dilakoni sejak nyantri di pesantren Darul Hadits al-Faqihiyah, Malang. Meskipun waktu itu baru sebatas menyalin materi pelajaran dan kitab kuning, atau menuliskan petuah-petuah pak kyainya.

Pak Quraish terngiang dengan nasihat mantan Rektor IAIN Jakarta, Harun Nasution, kepada Nurcholish Madjid, “Kamu jangan ceramah terus. Menulislah! Kau punya tulisan itu kekal, ceramahmu dilupakan orang.” Hal itu melecut dirinya juga.

Bacaan Lainnya

Sejak kuliah di Mesir, Pak Quraish selalu menulis ditemani teh yang diraciknya sendiri. Beliau bisa menulis 7 hingga hingga 8 jam sehari, dimulai setelah shalat subuh. Beliau bertekad akan terus menulis hingga akhir hayatnya. Saat ini beliau menulis karena hobi, tidak lagi berharap royalti.

“Kalau menulis karena berharap uang, pasti saya tidak akan seproduktif sekarang, karena uang saya sudah cukup. Saya bukan orang kaya, tetapi saya tidak banyak berambisi. Apalagi semua anak saya sudah mandiri. Saya hanya ingin terus menulis,” ujarnya.

Tafsir Al-Mishbah mulai ditulis Pak Quraish pada Jumat 18 Juni 1999 dan selesai pada Jumat 5 September 2003. Semuanya berjumlah 15 jilid, atau 10 ribu halaman lebih, dan rerata 600 – 700 halaman per jilid. Setiap jilid terdiri dari 2 juz al-Quran. Jika dirata-ratakan beliau menulis 6,5 halaman per hari.

Wallahu ‘alam bisshawab

(Kholid Ma’mun, Pengasuh Pesantren Dar el-Istiqomah Serang, alumnus Al-Azhar Mesir)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *