Belajar dari Kasus Felix, Evi dan Irkham: Jangan Ulangi Lagi!
Penyakit Kadrun yang selalu mengelak atas nama Ghibah, diingatkan di medsos dikiranya kita ghibah ngomongin orang, besoknya kambuh lagi, di ulangi lagi, bikin ulah lagi, kita ingatkan lagi, nuduh kita ghibah lagi! Padahal kalau kita hitung-hitungan, Nur Sugi itu hibahnya paling banyak, soalnya ceramahnya cuma fitnah NU, tokoh NU dan Pemerintah Sah saat ini. Orang HTI memang gitu, gak suka bangsa ini damai.
Baru baru ini saya mengingatkan Felix dan Evi soal bacaan Al Qur’an di medsos yang amburadul. Dunia akhirat saya berani bertanggung jawab atas status saya di FB, bahwa bacaan Qur’an mereka berdua sangat amburadul. Tapi sama pengikutnya saya dikiranya ghibah, sok pinter, sombong beraninya ngritik di medsoos, kagak berani tabayyun dan lain sebagainya. Hehehe.
“Eh..Eh.. saya kasih tahu ya Drun, saya sih oke-oke saja Drun. Tabayyun kapanpun saya siap, cuma yang jadi masalah mereka mau gak? (Tabyyun) kalau kritikan saya salah soal cara mereka baca Qur’an yang semrawut, mangga diklarifikasi deh saat ketemuu. Saya siap dan pasti akan akan berterima kasih sudah diingatkan jika memang saya yang salah. Cuma msalahnya mereka mau Ndak Tabayyun ?”
Jangan cuma nyuruh di FB.
Banser dididik berjiwa kesatria, jangan seperti orang ini Drun, besar mulut di media sosial, tapi saat diajak tabayyun beneran sama Banser ciut seketika nyalinya dan mengakui salah. Bukan soal ghibah atau tidak ghibah, kita ngomongin orang itu ada manfaatnya atau tidak? Bila kita bicara di medsos banyak membuka mata para nitizen lalu tahu dan sadar ternyata baca Qur’an ada ilmunya, kalau kayak Felix dan Evi itu ngawur, sampaikan, ilmu itu jangan di simpan, biar orang tidak ikut-ikutan sesat baca Qur’an seperti mereka.
Berani Karena Benar
Sebelumnya, saya menulis di FB isinya itu kritikan bacaan Al Qur’an seorang da’i muda yang bacaan Al Qur’annya sangat semrawut. Baca Al Qur’an saja masih semrawut tetapi gayanya sudah paling tahu ilmu agama, bahas Hadits seenak wudelnya, amaliyah NU di Bully jadi bahan ketawaan, Kyai Kyai NU di kritik, lagi, Islam Nusantara di anggapnya seakan sesat.
Meski banyak di-bully tapi saya memilih untuk tidak menanggapi. Dunia permedsosan ini dua sisi, ada baik dan ada buruk, sayangnya ketika kita coba koreksi kesalahan mereka dianggap kita ghibah, padahal kalau niat jadi da’i medsos harusnya kudu siap dikritik di Medsos. Bila aja ada kesalahan apalagi kesalahan itu fatal yang berpotensi menyesatkan banyak umat Medsos seperti baca Qur’an sak karep wudele Dewe. Ini gak bisa di biarkan.
Kalau kita kita yang paham kok diam bagaimana nasib orang awam yang nggak tau apa apa dan memilih belajar dari da’i yang tidak mengaji itu? Saya bilang, tidak ngaji, karena kalau pernah ngaji pasti tidak seperti itu baca Al Qur’annya.
“Kok gak Tabayyun?” Bertanya salah seorang Nitizen. Saya jawab “Kalau tidak siap dikritik di medsos jangan menjadi Ustadz medsos”
Tapi tidak sedikit teman-teman di medsos yang mengapresiasi langkah saya. Terima kasih atas dukungannya, jangan biarkan medsos di kuasai oleh Rojulun La Ya Yadri Wa La Yadri Anahu La Yadri. Semangat Semangat Semangat
Demikian penjelasan tentang Belajar dari Kasus Felix, Evi dan Irkham: Jangan Ulangi Lagi!
Penulis: Abdul Haris, Ketua Rijalul Ansor Ranting Ansor NU Wonokromo Pleret Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pengasuh Pesantren Nurul Istadz Wonokromo Pleret Bantul.