“Syubbanul yaum rijalul ghad” Tak jarang kita mendengar maqalah tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa remaja memiliki pengaruh besar pada pada kemajuan atau kemunduran suatu bangsa, karena remaja saat ini kelak akan menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Pendidikan tentu sudah menjadi hal yang fardhu ain bagi seorang remaja untuk menyiapkan masa depan, baik untuk dirinya sendiri, orang lain, agamanya maupun bangsanya. Indonesia mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Islam ke Indonesia datang tanpa adanya paksaan yang kemudian menyebar ke seluruh Nusantara. Setelah berkembangnya Islam, mulailah banyak berdiri madrasah-madrasah yang mempelajari agama Islam.
Sajoko Prasojo mengungkap bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang umumnya dilakukan dengan sistem non klasikal di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab. Kitab-kitab tersebut adalah hasil karangan para ulama abad pertengahan. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan setidaknya ada 5 elemen penting dalam pesantren yaitu kyai, santri, kitab kitab klasik, pondok (tempat tinggal santri), dan masjid sebagai tempat pengajian. Pesantren secara umum bukan lembaga pendidikan formal, karena sistem pendidikannya berbeda dengan sekolah sekolah formal pada umumnya. Namun, seiring berjalannya waktu banyak pondok pesantren yang menerapkan sistem sepertihalnya sistem yang digunakan di lembaga pendidikan formal. Pada era milenial ini sudah banyak pesantren yang mengadopsi sistem pendidikan formal tanpa meninggalkan ciri khas pendidikan pesantren.
Bicara mengenai ciri khas pendidikan pesantren, ada banyak metode pembelajaran yang ada di pesantren, contohnya bandongan, sorogan, lalaran, musyawarah atau bahsul masail, hafalan dan berbagai metode lain. Setiap metode pembelajaran yang dilakukan pasti memiliki fungsi tertentu, seperti halnya sorogan di mana santri membaca kitab di depan kyainya. Metode ini melatih kemampuan santri dalam membaca kitab kuning. Lain halnya dengan sistem bahsul masail dimana beberapa santri membentuk halaqah untuk mendiskusikan suatu masalah tertentu yang dipimpin langsung oleh kyai sebagai pentashhih. Metode ini melatih santri untuk cakap dalam mengungkapkan pendapatnya dengan dilandasi dalil-dalil baik Al-qur’an, Hadist, maupun sumber hukum Islam lain.
Satu hal yang begitu melekat dalam pendidikan pesantren adalah rasa ta’dhim seorang santri kepada kyai dan dzurriyyahnya. Hal ini menjadi suatu yang dianggap sangat penting bagi seorang santri yang sedang menuntut ilmu karena dengan ta’dhimnya santri menjadi wasilah atau perantara akan barokahnya ilmu yang akan diperoleh. Kebarokahan yang tidak dapat di nilai secara materi itulah yang paling dicari oleh santri di pesantren.
Pada akhirnya setiap santri mengharapkan ridha dan barokah kyai. Banyak hal yang santri lakukan untuk mendapatkan barokah kyai, tidak jarang apa yang santri lakukan untuk mendapat barokah terkadang berupa hal yang tidak menjadi penyebab kesuksesan santri secara kasat mata. Inilah kekuatan barokah nyantri, terbukti santri yang mematuhi perintah kyai sampai-sampai tidak sempat mengikuti pengajian, di kemudian hari dia mendapatkan kesuksesan dari sikap patuhnya kepada kyai ketika masih mondok.Tentu tidak mudah untuk mendapatkan barokah ilmu. Selain dengan belajar secara sungguh sungguh kita harus senantiasa ta’dhim dan hidmat kepada kyai dan dzurriyahnya.
(Atiya Mumtaza, santri di pondok pesantren Almunawwir Krapyak Yogyakarta dan mahasiswi Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga)