Berita NU, BANGKITMEDIA.COM
Barisan Ansor Serbaguna (Banser) tersebar di seluruh wilayah NKRI. Bahkan di luar negri. Meski demikian, Banser ibarat satu tubuh. Kalau satu anggota tubuh tersakiti, semua akan merasa terluka. Begitu juga ketika satu anggota tubuh sakit, semua akan merasa menderita.
Demikian ditegaskan Nur Wakhid, Kasatkorwil Banser DIY, Jum’at (6/4). Pihaknya merasa tersakiti ketika Banser dipandang sebagai jongos. Meski pernyataan tersebut bukan untuk pribadinya, tetapi jiwa korsa Banser menjadikannya turut gusar.
“Kami satu kesatuan, satu komando. Ketika Banser direndahkan, dimana pun Banser itu, maka seluruh Banser merasa sakit. Itu jiwa kami,” tegas Wakhid.
Kastaf Satkorwil Banser DIY, Sawadi, juga menegaskan demikian. Dirinya amat menyayangkan ketika seorang tokoh kurang hati-hati dalam membuat ucapan. Meski ucapan itu ditujukan sebagai kritik, tetapi cara yang digunakan malah merendahkan derajat manusia.
Sawadi juga menjelaskan bahwa menjadi Banser bukanlah tugas sembarangan. Banser merupakan orang-orang terpilih yang memperoleh sanad kebangsaan dari para ulama.
“Menjadi Banser itu berat. Karenanya, hanya orang-orang terpilih saja yang mampu melaksanakan. Apalagi kami meniti dawuh dan amanah para ulama untuk menjaga agama dan NKRI. Kiai Wahab dan kiai-kiai pendiri bangsa ini menginisiasi Banser untuk berjuang, jihad di jalan Allah,” tutur Sawadi.
Hasan Syaifulloh, Sekretaris PW Ansor DIY juga turut berkomentar. Baginya, menjadi Banser adalah wujud kemuliaan. Banser mengawal ulama, juga menjaga bangsa dari pihak-pihak yang ingin merusak. NKRI harga mati, menjadi semboyan Banser yang selalu diperjuangkan.
“Banser itu menjalani tugas tanpa digaji. Kami ikhlas bekerja. Ini yang perlu dicatat. Meski kami banyak dibully, direndahkan, tapi kami terus berjuang. Bagi kami, cacian dan hinaan tidak menyurutkan langkah,” tegas Hasan. Berita Islam Terkini (An)