Bacaan Qunut Subuh dan Dasar Hukumnya

Adakah Pengganti Haji, Apa Dalilnya?

Oleh: KH. Munawwir AF, Mustasyar PWNU DIY

Doa Qunut Subuh itu do’a yang dibaca pada waktu i’tidal rakaat kedua (akhir) shalat Shubuh. Bagi madzhab Syafi’i, membaca qunut subuh hukumnya sunnat. Umumnya orang-orang NU sudah faham, bahwa doa qunut tidak perlu dipertentangkan. Memang orang NU sudah dididik sejak kecil untuk mau berbuat toleran terhadap mereka yang berbeda pendapat. Dengan bukti banyak pendapat di kitab-kitab kuning dikajinya, membuat NU suka “bertasamuh” kepada sesama muslim. Lantaran di kitab-kitab kuning terdapat perbedaan antara imam-imam Mujtahid – Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Perbedaan-perbedaan itu tidak hanya ratusan, tetapi ribuan masalah yang ada antar mazhab. Sehingga umumnya cara berpikir umat NU sangat berbeda dengan mereka yang tidak pernah mengaji kitab-kitab kuning.

Bacaan Lainnya

Ada beberapa dasar yang menjadikan qunut diamalkan oleh nahdliyyin, diantaranya :

ومذهب الشــافعى : إن القنـوت فى صلاة الصبح بعد الركوع من الركعة الثـانية سـنة لما رواه الجمـاعة إلا الترمذى  عن ابن سـيرين أن أنس بن مـالك ســئل هل قنـت النبي صلى الله عليه وسلم فى صلاة الصبح ؟  فقال : نـعم . فقـيل له قبل الركوع أو بعده ؟  قال : بـعد الركوع

Ulama’ Syafi’iyyah (pengikut madzhab Syafi’i) mengatakan: Sesungguhnya kedudukan qunut dalam shalat Shubuh, persisnya ketika bangkit dari ruku’ (I’tidal), pada rakaat kedua, itu hukumnya sunnat. Karena adanya hadis yang diriwayatkan kebanyakan ahli hadis kecuali Tirmidzi. Hadis itu diriwayatkan dari sahabat Ibnu Sirin, sesungguhnya Anas bin Malik pernah ditanya: Apakah Nabi saw menjalankan qunut dalam shalat Shubuh? Jawab Anas: Ya. Kemudian ditanya lagi: letaknya dimana, sebelum atau sesudah ruku’? Jawabnya: Sesudah ruku’.[1]

Yang kedua:

ويسـن القنـوت فى اعتـدال ثانـية الصبح – إلى أن قال – للإتـباع رواه الحـاكم فى المستدرك عن أبى هـريرة قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا رفع رأسـه من الركوع فى صلاة الصبح فى الركعـة الثـانـية رفع يـديه فيـدعو بهـذا الدعـاء ” اللـهم اهـدنى … إلى أخر ما تـقدم ” – لكن لم يذكر ربـنا . وقال صحيح

Qunut itu disunnatkan, letaknya ketika I’tidal, rakaat kedua Shubuh. -keterangan tersebut sampai- karena mengikuti Nabi saw. Hadis diriwayatkan oleh Hakim, dalam kitab mustadrak dari Abu Hurairah mengatakan : Rasulullah saw ketika mengangkat kepalanya dari ruku’, dalam shalat Shubuh, rakaat yang kedua, beliau mengangkat tangannya kemudian berdo’a dengan do’a ini: ALLAHUMMAH DINI FI MAN HADAIT, dst…… Rasulullah tidak memakai kata-kata “Rabbana…. Hadis shahih.[2]

Yang ketiga:

 وقوله  وسـن قنوت الصبح أى لما صح أنـه صلى الله عليه وسلم  ما زال يقنـت حتى فارق الدنـيا

“Kata-kata: qunut Shubuh itu disunnatkan”, artinya: karena adanya hadis shahih: “Rasulullah saw selalu menjalankan qunut, sehingga beliau wafat”.[3]

Yang keempat:

فإنـه انمـا سـأل أنسـا عن قنوت الفجـر فأجـابه عمـا سـأله عنه وبأنـه صلى الله عليه وسلم وآله وسلم كان يطـيل صلاة الفجر دون سـائر الصـلوات . قال ومعلوم أنـه كان يـدعو ربـه ويثـنى عليه ويمجـده فى هـذا الإعـتدال . وهـذا قنوت منه بـلا ريـب فنـحن لا نشـك ولا نرتـاب أنـه لم يزل يقـنت فى الفجر حتى فارق الدنـيا .

Ketika penanya bertanya kepada sahabat Anas tentang qunut fajar, maka Anas pun menjawabnya sambil menambah keterangan: Rasulullah saw (ketika qunut) memanjangkan shalat fajar (Shubuh) tidak biasa untuk shalat-shalat lainnya. Panjang, karena beliau membaca do’a, memuji Allah dan mengagungkan-Nya dalam I’tidal ini. Dan inilah yang dikatakan qunut, tidak ada keraguan lagi. Kita tidak perlu syak (bimbang), dan ragu lagi, bahwasanya Rasulullah saw membaca qunut dalam shalat Fajar sehingga beliau meninggal.[4]

Diantara doa qunut yang masyhur dibaca orang-orang NU adalah sebagai berikut :

اَللّٰهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ, وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافيْتَ, وَتَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ, وَبَارِكْ لِي فِيْمَا أعْطيْتَ, وَقِنِي شَرَّ مَا قضَيْتَ, فَإنَّكَ تَقْضِى وَلَا ُيُقْضَى عَلَيْكَ, فإنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ, وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ, تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ, فَلَكَ الْحَمْدُ عَلٰى مَا قَضَيْتَ، أسْتَغْفِرُكَ وَأتُوْبُ إلَيْكَ, وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلأمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

“Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan seperti orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pda segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena, sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engaku beri kekuasaan. Dan tidaklah akan mulia orang yang Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan Maha Luhurlah Engkau. Segala puji bagi-Mu atas yang telah engkau pastikan. Aku mohon ampun dan kembalilah (taubat) kepada Engkau. Semoga Allah memberi rahmat, berkah dan salam atas nabi Muhammad beserta seluruh keluarganya dan sahabatnya.”

[1] Fiqhu al-Sunnah, j.II/38-39

[2] Hamisy Qalyuby Mahally, j.I/157

[3] I’anah al-Thalibin, j.I/158

[4] Nailu al-Authar, j.II/387

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *