Menjadi pengurus NU itu amanah. Amanah yang tidak mudah, tetapi tidak boleh lari dari amanah. Pengurus NU harus siap mengemban amanah, menjalankan dengan sebaik mungkin. Kalau benar, katakan benar. Kalau salah, katakan salah.
Demikian yang disampaikan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, Ketua Umum PBNU, dalam pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2017-2022 di Gedung Multipurpose UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (26/01). PWNU DIY periode 2017-2022 ini dibawah kepemimpinan KH Mas’ud Masduqi (Rais Syuriah) dan Prof. Dr. KH. Nizar Ali (Ketua Tanfidziyah).
“Kepada pengurus yang baru dilantik saya ucakan selamat, bapak KH. Mas’ud Masduqi, dan bapak KH. Prof. Nizar Ali dan seluruh jajaran pengurus. Mari kita terima amanat ini dengan bangga dan penuh tanggung jawab, transparan-terbuka, membangun jaringan dengan semua pihak dan sesuai dengan proporsi dan profesi masing-masing,” tegas Kiai Said.
“Sebenarnya amanat apa itu? Amanah kalimatul haq, berani mengatakan iya kepada kebenaran walaupun semua orang mengatakan tidak. Berani mengatakan tidak kepada kebatilan, walaupun semua orang mengatakan iya. Itu amanat yang dimaksud dalam ayat ini. Gunung, langit, bumi, tidak berani menerima amanat sebesar itu,” lanjutnya.
Menurut Kiai Said, manusia itu berani. Sebenarnya disitulah kemuliaan manusia ketika menerima amanat mengemban kalimatul haq, iya atau tidak, itulah nilai dasar umat manusia baik secara individu maupun organisasi.
“Oleh karena itu, amanah yang paling melekat di atas pundak nahdlatul ulama dan warga NU semuanya ada dua, amanah agama, aswaja yang moderat dan toleran, bercita-cita memperkuat ukhuwah islamiyyah, ukhuwah wathaniyyah, dan ukhuwah insaniyyah, juga amanat kebangsaan. Dua hal itu tidak bisa dipisahkan,” tegas Kiai Said yang juga alumnus Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Dalam kesempatan itu, Kiai Said juga menyampaikan ucapan terimakasih Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur DIY yang berkenan hadir pada acara ini dan memberikan arahan.
“Baru saja kita simak dengan baik yang semua pengarahan Sri Sultan Hemngkubowono X. Itu sama dengan prinsip-prinsip perjuangan Nahdlatul Ulama. Saya masih ingat reformasi dimulai dari tempatnya Gus Dur dihadiri oleh Gus Dur sendiri, kemudian beliau Sri Sultan HB X, Ibu Megawati, kemudian Prof. Dr. Amin Rais. Empat orang inilah yang mencetuskan deklarasi ciganjur yang luar biasa, seluruh media massa dunia memberitakan. Jadi beliau Sri Sultan Hamengkubuwono XI ikut andil besar dalam mencetuskan Deklarasi Ciganjur,” pungkasnya. (Sibyan)