Akhlaq Mbah Maimoen dan Prof Quraish Shihab yang Menakjubkan

Prof Quraish Shihab mencium tangan Mbah Maimoen

Abdul Adzim Irsad, alumnus Universitas Ummul Quro Makkah, tinggal di Malang.

Ulama di Nusantara disebut dengan “kyai”. Ulama Nusantara begitu banyak. Biasanya, derajat kyai itu disandang, ketika sudah memiliki pesantren atau santri, keilmuanya sudah mapan, seperti; ilmu Al-Quran dan tafsirnya, hadis dan mustolahnya, fikih dan usulnya, serta perangkat bahasa Arab yang meliputi; nahwu, sorof, dan balagoh.

Tidaklah heran, jika kyai-kyai Nusantara itu benar-benar sangat mendalami ilmu agama, walaupun mereka tidak terkenal dalam dunia televisi. Dan yang menjadi ciri khas seorang kyai itu, kuat ngempet (ora ngamuk ngamuk).

Mereka nyantri bertahun-tahun, bahkan ada yang nyantri hingga puluhan tahun. Ilmu mereka linier (nyambung), hingga para sahabat dan Rosulullah SAW. Bahkan, ada satu syarat yang tidak tertulis, ini sering disampaikan oleh kyai-kyai sepuh “kalau seorang kyai itu harus hafal Alfiyah”. Artinya, standar seorang ulama’ (Kyai) di kalangan nahdiyyin itu sangat tinggi. Bukan hanya sekedar pinter ceramah dan orasi di depan kamera, atau modal memiliki pesantren.

Sekarang banyak orang yang punya pesantren tetapi ngak bisa ngaji, mereka hanya menjadi kyai manajemen pesantren. Bisa jadi orang kaya punya pesantren tetapi tujuanya bukan menebarkan Islam tetapi karena ada unsur ekonomi dan politik.

Dan yang lebih berat lagi, tugas seorang kyai itu harus bisa mulang ngaji (mengajar agama), baik ngaji Al-Quran, hadis, fikih, serta ilmu yang lainnya. Bahkan, kyai itu juga harus memiliki karya-karya ilmiyah serta ide-ide cemerlang untuk kemaslahatan umat, bangsa dan negara.

KH Maimoen Zubair, ulama kharismatik asal Sarang Rembang, sangat memuliakan guru-gurunya, juga putra dari gurunya. Sebut saja Sayyid Ahmad bin Muhammad Alawi Al-Maliki, KH Maimoen Zubair justru mencium tangan, walaupun usianya jauh lebih sepuh. Tetapi, itulah ahlak yang diajarkan kyai kepada santrinya.

Bahkan, ketika di Malang, KH Maimun Zubair juga mencium tangan Habib Solih Al-Idrus menantu dari keluarga besar Habib Abdullah Ibn Abdul Qodir Bilfawih Malang. Ketika bertemu dengan KH Hasyim Muzadi, juga mencium tangan dengan alasan, KH Hasyim pernahnya lebih tua.

KH Maimoen Zubair telah memberikan teladan kepada para Kyai dan kepada santri pada umumnya bagaimana cara memuliakan para ulama, memulyakan para habaib (durriyah Rosulullah), juga bagaimana memuliakan guru-gurunya. Mereka dalah ulama yang wajib dimulayakan, karena pewaris para nabi.

Pada 25 Februari 2016, Prof Habib Quraish Shihab yang pernah nyantri di Darul Hadis Malang, datang silaturahmi kepada KH Maimun Zubair. Secara keturunan, Prof Quraish Shihab termasuk durriyah Rosulullah atau yang lebih populer dengan sebuatan habib.

Ilmu Habib Quraish Shihab juga tidak diragukan. Prof. Dr yang disematkan kepadanya menjadi bukti ketajaman intelekualnya. Karya beliau berjilid-jilid, khususnya di bidang tafsir menjadi bukti nyata keilmuan sang profesor di bidang tafsir.

Barangkali apa yang dicapai Prof. Dr Al-Habib Quroish Shihab itu belum pernah dicapai oleh ulama saat ini. Tetapi ternyata Habib Quraish Shihab mencium tangan KH Maimoen Zubair saat bersalaman, karena maqom KH Maimoen Zubair sangat istimewa, sebagai seorang pewaris para nabi, sekaligus sebagai sesepuh NU, serta santri dari Abahnya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki.

Gus Mus atu yang lebih populer “KH Mustofa Bisri” juga ikut hadir dalam pertemuan KH Maimun Zubair dan Habib Quraish Shihab. Gus Mus dan Qurais Shihab itu adalah teman akrab sejak belajar di Universitas Al-Azhar Mesir. Dengan demikian, keilmuanya sama, guru-guru-pun juga sama. Wajar, jika keduanya memiliki kekhasan sebagai ulama Ahlussunah Waljamah yang ramah dan mengedepankan ahlakul karimah sebagai Kyai Nusantara.

KH Maimun Zubair, KH Mustofa Bisri dan KH Al-Habib Quraish Shihab memiliki kesamaan. Mereka ulama sekaligus pewaris para Nabi. Tetapi, ketiganya kadang di-buly habis-habisan oleh anak-anak yang baru belajar agama. Ketiganya, tidak membalas, justru orang yang membuly dimaafkan. Itulah sifat Rosulullah SAW. Mereka telah mengajarkan kepada umat bagaimana memuliakan ilmu dan guru.

(Malang, 26/12/2019).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *