Tata Cara Shalat Idul Fitri di Masjid dan di Rumah, Dilengkapi Panduan Contoh Khutbah

Tata Cara Shalat Idul Fitri di Masjid dan di Rumah, Dilengkapi Panduan Contoh Khutbah

Ini tentang Tata Cara Shalat Idul Fitri di Masjid dan di Rumah, Dilengkapi Panduan Contoh Khutbah.

Suasana Idul Fitri tahun 2020 punya suasana yang berbeda dari biasanya. Shalat Idul Fitri di rumah akan menjadi pilihan paling banyak masyarakat, karena suasana wabah Covid-19 sangat terasa. Karenanya, perlu panduan dan tata cara shalat Idul Fitri baik di masjid atau di rumah, serba panduan dan contoh khutbah. Walaupun di rumah saja, tetaplah upayakan membaca khutbah untuk kesempurnaan dan keutamaan shalat Idul Fitri.

Dalam hal ini, Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) telah memberikan panduan tata cara Shakat Idul Fitri di masa pandemi saat ini. Ketetapan ini tertuang dalam Fatwa MUI No 28 tahun 2020 tentang panduan tata cara takbir dan shalat Idul Idul Fitri saat pandemi Covid-19.

Berikut ini panduan selengkapnya.

KETENTUAN DAN PANDUAN HUKUM

I. Ketentuan Hukum

1. Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muakkadah yang menjadi salah satu syi’ar keagamaan ( syi’ar min sya’air al-Islam ).

2. Shalat idul fitri disunnahkan bagi setiap muslim, baik laki laki maupun perempuan, merdeka maupun hamba sahaya, dewasa maupun anak-anak, sedang di kediaman maupun sedang bepergian (musafir), secara berjamaah maupun secara sendiri.

3. Shalat Idul fitri sangat disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjama’ah di tanah lapang, masjid, mushalla dan tempat lainnya.

4. Shalat Idul Fitri berjamaah boleh dilaksanakan di rumah.

5. Pada malam idul fitri, umat Islam disunnahkan untuk menghidupkan malam idul fitri dengan takbir, tahmid, tasbih, serta aktifitas ibadah.

II. Ketentuan Pelaksanaan Idul Fitri di Kawasan COVID-19

1. Jika umat Islam berada di kawasan COVID-19 yang sudah terkendali pada saat 1 Syawal 1441 H, yang salah satunya ditandai dengan angka penularan menunjukkan kecenderungan menurun dan kebijakan pelonggaran aktifitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, maka shalat idul fitri dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushalla, atau tempat lain.

2. Jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas COVID-19 dan diyakini tidak terdapat penularan (seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tidak ada yang terkena COVID-19, dan tidak ada keluar masuk orang), shalat idul fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang/masjid/mushalla/tempat lain.

3. Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri ( munfarid), terutama jika ia berada di kawasan penyebaran COVID-19 yang belum terkendali.

4. Pelaksanaan shalat idul fitri, baik di masjid maupun di rumah harus tetap melaksanakan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan.

III. Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjamaah

Kaifiat shalat idul fitri secara berjamaah adalah sebagai berikut:

1. Sebelum shalat, disunnahkan untuk memperbanyak bacaan takbir, tahmid, dan tasbih.

2. Shalat dimulai dengan menyeru “ash-shalâta jâmi‘ah”, tanpa azan dan iqamah.

3. Memulai dengan niat shalat idul fitri, yang jika dilafalkan berbunyi;

أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا\إِمَامًا) لله تعالى

“Aku berniat shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”

4. Membaca takbiratul ihram (الله أكبر) sambil mengangkat kedua tangan.

5. Membaca takbir sebanyak 7 (tujuh) kali (di luar takbiratul ihram) dan di antara tiap takbir itu dianjurkan membaca:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

6. Membaca surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.

7. Ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa.

8. Pada rakaat kedua sebelum membaca al-Fatihah, disunnahkan takbir sebanyak 5 (lima) kali sambil mengangkat tangan, di luar takbir saat berdiri ( takbir qiyam), dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ.

9. Membaca Surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.

10. Ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam.

11. Setelah salam, disunnahkan mendengarkan khutbah Idul Fitri.

IV. Panduan Kaifiat Khutbah Idul Fitri

1. Khutbah ‘Id hukumnya sunnah yang merupakan kesempuranaan shalat idul fitri.

2. Khutbah ‘Id dilaksanakan dengan dua khutbah, dilaksanakan dengan berdiri dan di antara keduanya dipisahkan dengan duduk sejenak.

3. Khutbah pertama dimulai dengan takbir sebanyak sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua dimulai dengan takbir tujuh kali.

4. Khutbah pertama dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Membaca takbir sebanyak sembilan kali
b. Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca الحمد لله
c. Membaca shalawat nabi Saw., antara lain dengan membaca اللهم صل على سيدنا محمد
d. Berwasiat tentang takwa.
e. Membaca ayat Al-Qur’an

5. Khutbah kedua dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Membaca takbir sebanyak tujuh kali
b. Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca الحمد لله
c. Membaca shalawat nabi saw, antara lain dengan membaca اللهم صل على سيدنا محمد
d. Berwasiat tentang takwa.
e. Mendoakan kaum muslimin

V. Ketentuan Shalat Idul Fitri Di Rumah

1. Shalat Idul Fitri yang dilaksanakan di rumah dapat dilakukan secara berjamaah dan dapat dilakukan secara sendiri.

2. Jika shalat Idul fitri dilaksanakan secara berjamaah, maka ketentuannya sebagai berikut:

a. Jumlah jamaah yang shalat minimal 4 orang, satu orang imam dan 3 orang makmum.
b. Kaifiat shalatnya mengikuti ketentuan angka III ( Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjamaah) dalam fatwa ini.
c. Usai shalat Id, khatib melaksanakan khutbah dengan mengikuti ketentuan angka IV dalam fatwa ini.
d. Jika jumlah jamaah kurang dari empat orang atau jika dalam pelaksanaan shalat jamaah di rumah tidak ada yang berkemampuan untuk khutbah, maka shalat idul fitri boleh dilakukan berjamaah tanpa khutbah.

3. Jika shalat Idul fitri dilaksanakan secara sendiri ( munfarid), maka ketentuannya sebagai berikut:

a. Berniat niat shalat idul fitri secara sendiri.
b. Dilaksanakan dengan bacaan pelan ( sirr).
c. Tata cara pelaksanaannya mengacu pada angka III ( Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjamaah) dalam fatwa ini.
d. Tidak ada khutbah.

VI. Panduan Takbir Idul Fitri

1. Setiap muslim dalam kondisi apapun disunnahkan untuk menghidupkan malam idul fitri dengan takbir, tahmid, tahlil menyeru keagungan Allah SWT.

2. Waktu pelaksanaan takbir mulai dari tenggelamnya matahari di akhir ramadhan hingga jelang dilaksanakannya shalat Idul Fitri.

3. Disunnahkan membaca takbir di rumah, di masjid, di pasar, di kendaraan, di jalan, di rumah sakit, di kantor, dan di tempat-tempat umum sebagai syiar keagamaan.

4. Pelaksanaan takbir bisa dilaksanakan sendiri atau bersama-sama, dengan cara jahr (suara keras) atau sirr (pelan).

5. Dalam situasi pandemi yang belum terkendali, takbir bisa dilaksakan di rumah, di masjid oleh pengurus takmir, di jalan oleh petugas atau jamaah secara terbatas, dan juga melalui media televisi, radio, media sosial, dan media digital lainnya.

6. Umat Islam, pemerintah, dan masyarakat perlu menggemakan takbir, tahmid, dan tahlil saat malam idul Fitri sebagai tanda syukur sekaligus doa agar wabah COVID-19 segera diangkat oleh Allah SWT.

VII. Amaliah Sunnah Idul Fitri

Pada hari Idul Fitri disunnahkan beberapa amaliah sebagai berikut:

1. Mandi dan memotong kuku
2. Memakai pakaian terbaik dan wangi-wangian
3. Makan sebelum melaksanakan sholat Idul Fitri
4. Mengumandangkan takbir hingga menjelang shalat.
5. Melewati jalan yang berbeda antara pergi dan pulang
6. Saling mengucapkan selamat (tahniah al-id) antara lain dengan mengucapkan تقبل الله منا و منكم

Demikian ketetapan Fatwa MUI no 28 tahun 2020 yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Ramadan 1441 H/13 Mei 2020 M. Fatwa ini dikeluarkan Komisi Fatwa MUI yang ditandatangani Prof Dr KH Hasanuddin (Ketua) dan Dr KH. M. Asrorun Ni’am Sholeh (Sekretaris). Fatwa MUI ini juga disahkan oleh Pimpinan MUI, yakni KH Muhyiddin Junaedi (Wakil Ketua Umum) dan Dr KH Anwar Abbas (Sekretaris Jenderal).

Panduan dan Tata Cara dari PBNU

Dalam konteks panduan ini pula, berikut ini tentang Tata Cara Shalat Idul Fitri di Masjid dan di Rumah, Dilengkapi Panduan Contoh Khutbah yang dikeluarkan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Berikut panduan tersebut:

Bacaan Takbir.

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ
لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ وَِللهِ الحَمْدُ

Ini hal-hal perlu diketahui dalam Shalat Idul Fitri.

1. Sunah membaca takbir sejak malam idul fitri sampai sebelum shalat idul fitri. (boleh berjamaah atau sendirian).

2. Disunnahkan mandi sebelum shalat id.

3. Memakai pakaian yang bagus dan minyak wangi.

4. Disunnahkan sarapan sebelum shalat Idul Fitri

5. Membayar zakat fitrah sebelum shalat id, jika belum melaksanakan.

6. Shalat Idul Fitri 2 rakaat dikerjakan sebelum khutbah.

7. Tidak ada adzan dan iqamah sebelum shalat id.

Tata Cara Teknis Shalat Idul Fitri

Berikut niat shalat idul fitri :

 اُصَلِّى سُنَّةً لِعِيْدِ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ

أَدَاءً ( إِمَامًا | مَأْمُوْمًا ) للهِ تَعَالَى

Usholli Sunnatan Li ‘Idil Fitri Rak’ataini Mustaqbilal Qiblati Ada’an (Imaman/Ma’muman) Lillahi Ta’ala

*Kalau jadi imam, maka pakai Imaman. Kalau jadi makmum, maka pakai Makmuman. 

Artinya: “Saya berniat shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat dengan menghadap kiblat sebagai Imam/makmum karena Allah Ta’ala.”

 Rakaat pertama diawali dengan takbiratul ihram dan 7 (tujuh) kali takbir. Kemudian Membaca al fatihah dan surat.

 Raka’at kedua membaca takbir sebanyak 5 (lima) kali takbir. (selain takbir saat berdiri), kemudian al fatihah lalu surat.

 Pada setiap takbir mengangkat kedua tangan.

 Di antara dua takbir membaca tasbih dan tahmid :

سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاَللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ

Disunnahkan bacaan surat setelah al fatihah rakaat pertama adalah surat Qaf dan rakaat kedua adalah surat al-Qamar. Atau surat al-A’la pada rakaat pertama dan al-Ghasiyah pada rakaat kedua. Boleh dengan surat yang lain.

Apabila Imam lupa tidak bertakbir sebanyak 7 kali atau 5 kali, maka shalat tetap sah dan tidak perlu sujud sahwi.

Hendaknya semua anggota keluarga ikut mendengarkan Khutbah.

 Khutbah tidak perlu panjang, cukup memenuhi rukunnya: baca Alhamdulillah, Shalawat, baca Ayat al-qur’an, wasiat Taqwa dan berdoa memohon ampunan. Demikian pula khutbah kedua.

Catatan Penting.

Jika yakin bahwa seluruh keluarga bebas dari virus, maka boleh bersalaman dan saling memaafkan.

Jika orang sendirian tanpa ada teman lain untuk melaksanakan shalat idul fitri, maka cukup dia shalat sendiri seperti shalat idul fitri (dengan 7 takbir di rakaat pertama dan 5 takbir pada rakaat kedua, tanpa ada khutbah).

Demikian panduan shalat sunah idul fitri di rumah (masa lockdown) dari PBNU. Untuk melengkapi Tata Cara Shalat Idul Fitri di Masjid dan di Rumah, Dilengkapi Panduan Contoh Khutbah, maka berikut dilampirkan contoh khutbah Idul Fitri.

Berikut Contoh Khutbah Idul Fitri yang Menyejukkan Hati

Khutbah Idul Fitri: Mewujudkan Rasa Kasih Sayang

Khutbah I

الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ – الله ُأَكْبَرُ الله ُأَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْراً، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاَ، لاَإِلهَ إِلاَّالله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلهَ إِلاَّالله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِياَفَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلهَ إِلاَّالله ُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االداَّعِيْ إِلىَ الصِّراَطِ المُسْتَقِيْمِ . اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَماَّ بَعْدُ فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا الله َحَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin jamaah shalat ied yang mulia.

Pada hari ini kita ditakdirkan oleh Allah untuk memasuki hari Idul Fitri sebagai tanda berakhirnya puasa Ramadhan tahun ini. Dengan tambahan umur yang diberikan Allah kepada kita, kita bisa berbahagia hari ini, karena tidak ada kebahagiaan yang lebih indah daripada dzikir, bertakbir dan bertahmid menonorsatukan Allah.

Semoga takbir kita hari ini terus bergema dalam kalbu kita sampai kita memasuki liang kubur dan seterusnya. Kita sekarang masih berada di dunia, atau tepatnya kita berada di atas bumi Indonesia tempat kita bersujud dan menyemai amal saleh. Bahwa manusia yang terbaik menurut Allah ialah yang paling banyak bermanfaat, berbuat baik bagi orang lain. Tapi kita butuh hati yang bersih, karena hati yang bersih itu tempat tumbuh suburnya iman, cinta, jauh dari kebencian dan rasa permusuhan.

Jadi, kalau kita berpikir jernih kita akan semakin rendah hati untuk mengakui orang-orang yang berjasa mengupayakan kebutuhan kita, kemudian merasa berutang budi dan berterima kasih kepada mereka. Dari kejernihan pikiran seperti itu akan muncul penghargaan untuk memuliakan manusia, bahwa manusia akan hidup dalam pergaulan yang sempurna kalau bisa menghargai jasa orang lain kepada dirinya. Meskipun jasa itu kecil, misalnya jasa pembuat garam. Kebutuhan kita terhadap garam dalam sehari sedikit sekali, tapi makan dengan lauk (ikan) yang tidak ada garamnya akan hambar.

Pertanyaannya, pernahkah di dalam hati kita ada rasa terima kasih kepada pembuat garam, kepada pengilang tebu, pembuat lampu listrik, pembuat telepon, sampai pembuat jarum jahit yang kecil sehingga membuat kita bisa berpakaian dan enak dipandang?

Hati yang damai akan diperoleh dengan mengakui kebesaran Allah serta banyak berdzikir kepada Allah. Upaya berdamai dengan Allah melalui shalat, dzikir, shalawat, baca Al Quran dan lain-lain akan mempengaruhi jiwa untuk berdamai dengan seluruh manusia.

Apalagi ada pesan dari Allah, “Orang-orang beriman itu bersaudara. ” إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Jadi, kalau seseorang benar-benar beriman dan berdzikir, buahnya ia tidak akan membuat penganiayaan, kekejaman, dan kekerasan yang melukai hati dan fisik manusia yang lain.

Pantaskah seseorang mengaku “saya beriman,” kalau masih senang melakukan kezaliman dan kekerasan, baik kekerasan dalam rumah tangga seperti menempeleng istri, melukai tubuh anak, maupun kekerasan di luar rumah tangga berupa kerusuhan, penjarahan, randu domba dan lain-lain yang merusak tatanan kehidupan?

Setiap manusia beriman dan bertakwa punya tugas menunjukkan dirinya sebagai manusia “Khalifatullah,” yaitu manusia yang berakhlak, kreatif, dan selalu tampil untuk menyenangkan orang lain dalam pergaulan. Untuk itu diperlukan tatakrama bergaul yang indah. Misalnya, dalam berbicara mengupayakan dirinya menggunakan kata-kata yang sopan serta menyenangkan orang yang mendengarnya, serta berupaya menghindari kata-kata kotor yang menyakitkan.

Setiap kata-kata kotor diucapkan itu melambangkan hati orang yang mengucapkannya juga kotor. Akibatnya komunikasi dan pergaulan akan terganggu sehingga suasana damai dan rukun tidak akan terjadi.  Itulah perlunya rasa “ukhuwah,” yaitu rasa persaudaraan yang tulus. Dalam persaudaraan yang tulus, setiap manusia akan berupaya untuk menolong, membantu, dan membahagiakan orang lain.

Karena itu, setiap insan beriman punya tugas untuk berintrospeksi, apakah cara berkomunikasi dan cara bergaulnya bisa menyenangkan orang lain? Jika tidak, berarti kita harus semakin meningkatkan rasa taqarrub kita kepada Allah, sampai hati ini bersih dari dendam, egois, merasa benar sendiri, sombong, takabbur, yang membuat komunikasi kita dengan orang lain menjadi gagal. Dan jika kita gagal berkomunikasi secara baik, bisa mungkin gagal sebagai manusia karena hati tidak ikhlas.

Itulah pentingnya akhlak yang mulia dan hati yang tulus ikhlas.

Kebersamaan itu menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam hidup, berbangsa dan bernegara karena manusia tidak akan bisa menyelesaikan masalah besar tanpa kebersamaan. Dalam kebersamaan, peran orang lain sangat dihargai. Orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri itu disebut “egois,” yaitu sikap anti sosial. Orang yang seperti itu tidak akan bisa hidup dengan pergaulan yang baik.  Kebersamaan dan kerendahan hati akan menjadi dasar utama setelah iman kepada Allah.

Disebut dalam Al-Qur’an bahwa diutusnya Nabi Muhammad ke dunia ini sebagai “rahmat” bagi alam semesta. Rahmat adalah bentuk dari kasih sayang Allah kepada manusia, sebagai anugerah untuk menenteramkan dan membahagiakan manusia. Karena itu, manusia yang berakal sehat pasti tidak akan menyia-nyiakan agama dan ajaran agama kalau dirinya benar-benar menghendaki kebahagiaan yang hakiki terutama kelak di alam akhirat.

Dalam persaudaraan kemanusiaan yang tumbuh dari Iman kepada Allah, kita diajar oleh Rasulullah ﷺ berpuasa di bulan Ramadhan untuk merasakan lapar seperti laparnya Rasulullah, dan kita haus seperti hausnya Rasulullah dalam puasa Ramadhan, agar kita punya apresiasi terhadap kemiskinan, yang harus dikembangkan menjadi simpati dan empati kepada kaum miskin dan fuqaha yang hidup merana di dalam lembah penderitaan.

Rasulullah ﷺ bersabda ;

 لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه

“Tidak beriman seorang di antara kalian sehingga kamu mencintai apa untuk saudaranya sebagaimana mencintai untuk dirinya sendiri.”

Sebagai tanda kepatuhan kita kepada Allah dan kecintaan pada sunnah Rasulullah kita tunaikan zakat dan zedekah agar kaum miskin bisa terentas dari penderitaan. Tak kalah pentingnya ialah sarana pembangunan untuk kemaslahatan ummat.

Dari sabda Nabi di atas, dengan kepercayaan dalam hati saja tidaklah cukup untuk membuktikan iman seseorang, kecuali apa yang diyakini itu melahirkan tindakan-tindakan positif yang menjadi bentuk nyata dari nilai-nilai yang diajarkan Allah. Segala ilmu agama yang kita serap dari kitab agama, pengajian, khutbah, dan lain-lain, telah cukup sebagai modal untuk menjadi manusia yang bernilai setingkat malaikat. Akan tetapi apabila konsep-konsep ideal itu tidak sampai lahir sebagai amal perbuatan, maka konsep-konsep itu yang akan menghina dan menertawakan diri sendiri karena sebagai pelaku hidup dan sebagai pemilik ilmu, diri ini tak lebih dari kuda yang mampu membawa dan mengangkat beratus kitab dan teori, tetapi tidak pernah mencoba untuk merealisasikan isi buku yang dibawa dan diangkatnya.

Kita harus membudayakan akal sehat, hidup rukun dengan hati damai dan bersih, tanpa kebencian dan permusuhan. Kebencian dan permusuhan tak pantas dimiliki oleh orang yang beriman dan ingin hidup dalam ketaqwaan.  Maka tidaklah mustahil kalau sesekali kita temukan orang yang begitu fasihnya menyampaikan teori-teori kemuliaan hidup tetapi dalam praktek suka makan daging bangsanya sendiri atau orang yang sangat terampil mengakrobat kata-kata indah tentang agama dan budi luhur tetapi dalam kenyataan hidup sehari-hari suka merugikan orang lain.

Dari sini perlu dipahami bahwa agama itu bukan sekedar ilmu, bukan angan-angan (masuk surga), bukan kalimat-kalimat indah, tetapi kenyataan gerak, praktek, prilaku, atau tindakan yang jelas-jelas realistic berguna bagi orang lain, untuk bangsa dan Negara.

Allah mengingatkan

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

“Takutlah pada suatu hari kamu kembali kepada Allah (mati) kemudian dipertemukan dengan setiap orang dengan apa yang telah diperbuat (di dunia) dan mereka tidak ada yang teraniaya.” Ayat di atas menjelaskan bahwa kita akan mati; kita akan dipertemukan dengan amal baik atau dengan amal jelek kita. Siapa banyak berbuat baik (amal saleh) di dunia akan menuai kebahagiaan yang bernama sorga, dan siapa yang melakukan maksiat akan bertemu amal buruknya di neraka.

Allahu Akbar.

Kita semua akan meninggalkan dunia ini. Satu saat kita akan dikuburkan. Hanyalah Iman dan takwa yang akan kita bawa menghadap Allah.  Maka hari Raya sekarang ini kita berjanji kepada diri kita sendiri, bahwa sisa umur kita akan kita pergunakan untuk mengabdi kepada Allah untuk beramal saleh serta berbuat yang terbaik untuk Bangsa dan Tanah air. Semoga kita masih diperkenankan Allah untuk bertemu dengan bulan ramadhan tahun depan. Amin

أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ وَالْعَصْرِ، إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ،  إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ   أستغفرالله العظيم لى ولكم فيا فوز المستغفرين ويانجا ة التائبين جَعَلَناَ الله ُوَإِياَّكُمْ مِنَ العاَئِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَناَ وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِباَدِهِ المُتَّقِيْنَ. قَالَ تَعَالَى فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ . يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ العُسْرَ وَلِتُكْمِلُوْاالعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوْاالله َعَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ  بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنيِْ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Khutbah II

الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر – الله أكبر –

الله أكبر كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلَهَ إِلاّاَلله ُوَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ المُشْرِكُوْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ وَلَوْكَرِهَ المُناَفِقُوْنَ. الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ.

أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيِّّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيِْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيِنَ

(Khutbah inspiratif ini ditulis KH D Zawawi Imron, seorang kyai dan budayawan dari Madura).

Demikian penjelasan tentang Tata Cara Shalat Idul Fitri di Masjid dan di Rumah, Dilengkapi Panduan Contoh Khutbah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *