Sayyidina Umar bin Khattab Laksanakan Tarawih 20 Rakaat

Sayyidina Umar bin Khattab Laksanakan Tarawih 20 Rakaat

Sayyidina Umar bin Khattab Laksanakan Tarawih 20 Rakaat

Enaknya shalat taraih 8 rakaat atau 20 rakaat ya?

2. Sholat Tarawih 20 rekaat

Sayyidina Umar bin Khattab. Melihat sholat yang demikian panjang, sehingga baru selesai menjelang shubuh, Sayyidina Umar bin Khottob ra. mengambil kebijakan baru untuk melaksanakan sholat Tarawih dengan 20 rekaat, karena dengan 20 rekaat sholat bisa lebih ringan, bacaan ayat Al-Qur’annya lebih pendek, sebagaimana dasar-berikut ini :

• Hadits Abdullah bin Abbas ra., riwayat Imam Baihaqi (4799) :

كَانَ النَّبِىُّ

 يُصَلِّى فِى شَهْرِ رَمَضَانَ فِى غَيْرِ جَمَاعَةٍ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ

“Abdullah bin Abbas ra. berkata : Ada Nabi saw. shalat tarawih dalam bulan Ramadhan dengan 20 reka’at dan witir”

• Atsar, diriwayatkan oleh Saib bin Yazid ra., riwayat Imam Baihaqi (4393) :

قال : كَانُوا يَقُومُونَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ

 فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِينَ رَكْعَةً

“Saib bin Yazid berkata : Mereka pada masa Umar bin Khottob menjalankan shalat Tarawih dengan 20 reka’at.”

• Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Malik ra. (255, 303), dari Yazid bin Ruman ra. :

أَنَّهُ قَالَ : كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً

“ Yazid bin Ruman berkata: Masyarakat pada masa Sayyidina Umar bin Khattab menjalankan shalat Tarawih dengan 23 reka’at (20 Tarawih dan 3 Witir).”

• Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi ra., dari Yazid bin Ruman ra. :

قَالَ : كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِى زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ

فِى رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً، وَيُمْكِنُ الْجَمْعُ بَيْنَ الرِّوَايَتَيْنِ، فَإِنَّهُمْ كَانُوا يَقُومُونَ بِإِحْدَى عَشْرَةَ، ثُمَّ كَانُوا يَقُومُونَ بِعِشْرِينَ وَيُوتِرُونَ بِثَلاَثٍ ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.

“ Yazid bin Ruman berkata : Masyarakat pada masa Umar bin Khottob menjalankan shalat Tarawih dengan 23 reka’at (20 Tarawih dan 3 Witir), Imam Baihaqi berkata : Ada kemungkinan 2 riwata itu digabung, mereka pada awal kekuasaan Umar sholat dengan 11 reka’at, kemudian setelah itu mereka shalat dengan 23 reka’at, Wallahu A’lam”

• Atsar yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi (4681), dari Abu Al-Khosib r. :

قال: كان يَؤُمُّنا سُوَيدُ بنُ غَفَلَةَ في رَمَضانَ فيُصَلِّى خَمسَ تَرويحاتٍ عِشرينَ رَكعَةً ورُوِّينا عن شُتَيرِ بنِ شَكَلٍ، وكانَ مِن أصحابِ عليٍّ

، أنَّه كان يَؤُمُّهُم في شَهرِ رَمَضانَ بعِشرينَ رَكعَةً، ويوتِرُ بثَلاثٍ

“Abu Al-Khosib berkta : Suwaid bin Ghofalah mengimami sholat kita dalam bulan Ramadhan, ia sholat dengan lima istirahatan, yaitu 20 reka’at, dan kita meriwayatkan dari Syutair bin Syakal, ia adalah salah seorang dari teman-teman sahabat Ali karramallohu wajhah, ia mengimami sholat tarawih mereka dengan 20 reka’at dan dengan 3 witir.”

Dari sinilah kemudian Kholifah Umar bin Khottob ra. menetapkan pilihan dengan yang lebih ringan, yaitu dengan 20 reka’at tarawih dan 3 witir, mungkin kita bertanya bagaimana mungkin 8 reka’at saja shalat tarawihnya selesai menjelang shubuh, kok malah memutuskam menambah reka’atnya, apakah justru tidak semakin lama?

Inilah rahasianya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam As-Syafi’ie rh. bahwa shalat tarawih adalah tergolong shalat sunnah, tidak ada ketentuan batasan jumlahnya, semua diserahkan pribadi masing-masing, demikian beliau berkomentar :

قَالَ الشَّافِعِيُّ: وَلَيْسَ فِي شَيْءٍ مِنْ هَذَا ضِيقٌ، وَلَا حَدٌّ يُنْتَهَى إِلَيْهِ؛ لِأَنَّهُ نَافِلَةٌ فَإِنْ أَطَالُوا الْقِيَامَ وَأَقَلُّوا السُّجُودَ فَحَسَنٌ، وَهُوَ أَحَبُّ إِلَيَّ، وَإِنْ أَكْثَرُوا الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ فَحَسَنٌ [فتح البارى: 4/205 + بلوغ الأمانى : 5/18]

“Imam Syaf’ie berkata : Tidak ada masalah dan tidak ada batas dalam hal shalat tarawoh ini, karena shalat tarawih ini termasuk shalat sunnah, kalua mereka memanjangkan bacaan Al-Qur’an dan yang lainnya, dan menyedikitkan sujud (reka’at), maka baik!, dan ini yang lebih aku sukai, dan jika mereka memperbanyak ruku’ dan sujud (reka’at) maka juga baik.”

Sementara Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathu-l Bary, menjelaskan demikian :

” وَالْجَمْعُ بَيْنَ هَذِهِ الرِّوَايَاْتِ مُمْكِنٌ بِاخْتِلَافِ اَلأَحْوَاْلِ وَيَحْتَمِلُ أَنَّ ذَلِكَ الإِخْتِلاَفِ بِحَسَبِ تَـطـــْوِيْلِ اْلــقـــِرَاءَةِ وَتَـخـْفـِيـْفـِهـَا فَحَيْثُ تُـطـِيـْلُ اَلْقِرَاءَةُ تــَقـــِلُّ الرَّكــَعــَاتُ وَبِالْـعــَكــــْسِ ” [فتح البارى : 4/205]

“Untuk menggabungkan antara beberapa riwayat, bisa dengan melihat perbedaan situasi, dan perbedaan itu (haqiqatnya) didasarkan pada panjang dan pendeknya bacaan Al-Qur’an (dan lainnya), maka sekiranya bacaan Al-Qur’an (dan lainnya) panjang, maka jumlah reka’atnya menjadi sedikit, begitu juga sebaliknya (jika pendek bacaannya, rakaatnya menjadi banyak).

Artinya apabila bacaannya seperti yang dicontohkan Nabi saw. dan diikuti oleh Kholifah Abu Bakar dan pada awal pemerintahan Kholifah Umar bin Khottob, maka jumlah reka’atnya seeikit 11 rekaat (Tarawih 8 dan 3 witir).
Akan tetapi Sayyiduna Umar tidak lama mengerjakan dengan sebelas reka’at, beliau memilih yang 23 reka’at bersama witir, karena yang ini meringankan para jema’ah shalat Terawih, sebab bacaan Al-Qur’annya tidak begitu panjang.

Umat yang istiqomah melakukan shalat 20 rekaat tarawih dan 3 witir adalah penduduk Makkah, dari masa sugengnya baginda Rasulullah saw. sampai sekarang, sebagaimana penjelasan berikut :

” فَمَنْ اِقْتَدَىْ بِأَهْلِ مَكَّةَ فَقَامَ بِعِشْرِيْنَ فَحَسَنٌ ، وَمَنْ اِقْتَدَىْ بِأَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فَقَامَ بِسِتٍّ وَثَلاَ ثِيْنَ فَحَسَنٌ أَيْضًا، لأَ نَّهُمْ إِنَّمَا أَرَادُوْا بِمَا صَنَعُوْا الإِقْتِدَاءَ بِأَهْلِ مَكَّةَ فِىْ الإِسْتِكْثَاْرِ مِنَ الْفَضْلِ لاَ اَلْمُنَافَسَةِ كَمَا ظَنَّ بَعْضُ النَّاسِ ، وَمَنْ اِقْتَصَرَ عَلَىْ عِشْرِيْنَ وَقَرَأَ فِيْهَا بِمَا يَقْرَؤُهُ غَيْرُهُ فِىْ سِتٍّ وَثَلاَ ثِيْنَ كَانَ أَفْضَلُ ، لأَنَّ طُوْلَ الْقِيَامِ أَفْضَلُ مِنْ كَثْرَةِ الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ ، قِيْلَ وَالسِّرُّ فِىْ العِشْرِيْنَ أَنَّ الرَّاتِبَةَ فِىْ غَيْرِ الرَّمَضَانِ عَشْرُ رَكَعَاتٍ فَضُوْعِفَتْ فِيْهِ لأَنَّهُ وَقْتُ جِدٍّ وَتَشْمِيْرٍ، انتهى

” Barang siapa (menginginkan) mengikuti Ahli Makkah, kemudian melakukan shalat Tarawih dengan 20 Rakaat, itu adalah (perbuatan) baik, dan barang siapa (mengingin-kan) mengikuti Ahli Madinah kemudian melakukan tarawih dengan 36 rakaat, itupun juga baik, karena (haqiqatnya) mereka menginginkan dengan apa yang dikerjakan itu adalah mengikuti jejak Ahli Makkah dalam memperbanyak keutamaan Ibadah, bukan dalam berlomba seperti yang menjadi prasangka sebagian orang. Dan barang siapa mencukup-kan dengan mengerjakan 20 rakaat lalu membaca dengan apa yang dibaca oleh lainnya dalam mengerjakan dengan 36 rakaat, maka itu akan lebih utama, karena panjang berdiri itu lebih utama dari pada banyaknya ruku’ dan sujud. Adapun rahasia 20 rakaat itu, bahwasannya shalat sunnah diluar bulan Ramadhan itu banyaknya 10 rakaat, kemudian karena bulan Ramadhan merupakan bulan bersungguh-sungguh dan meningkatkan dalam mencari keutamaan, maka dilipat gandakanlah ibadah (dari 10 menjadi 20 rakaat).

Adapun bacaan Al-Qur’an dengan 20 reka’at ini yang utama adalah dengan mengkhatamkan Al-Qur’an, 30 juz selama bulan Ramadhan

Wallahu A’lam, Wahuwa Al-Musta’an.

Penulis: KH Muhammad Hanif Muslih, Pengasuh Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *