Pesantren Bumi Cendekia Gelar Bedah Buku Fiqh Penyandang Disabilitas

Pesantren Bumi Cendekia Gelar Bedah Buku Fiqh Penyandang Disabilitas

SLEMAN, BANGKITMEDIA

Pada (03/11/19) dalam rangka memperingati Hari Santri, Pesantren Bumi Cendekia mengadakan Bedah Buku Fiqh Penguat Penyandang Disabilitas (Sebuah Dialog Lintas Iman Pemenuhan Hak Keagamaan Penyandang Disabilitas). Dengan penuh antusias, para lintas Mahasiswa mengikuti seminar di Rumah Budaya Joglo Abang, Mlati, Sleman.

Acara ini menghadirkan tiga pembicara sekaligus yakni Bahrul Fuad-Cak Fu Praktisi Konsultan Disabilitas dan Inklusi Sosial, PDT Christiono Pendeta Gereja Kristen Jawa Kemadang, dan Rm. Robertus Hardiyanta Pastor Paroki St. Petrus dan Paulus Babadan. Sebagai moderator, Dr. Astri Hanjawati, M.A yang merupakan LKP3A Fatayat NU DIY.

Pada kesempatan tersebut, Bahrul Fuad – Cak Fu mengajak para audiens untuk merenung mengenai pentingnya memanusiakan terhadap sesama.

“Laqod kholaqnal insana fi akhsani taqwim tsumma rodadnahu asfalasafiliin ilalladzina aamanu wa’amilussholihati falahum ajrun ghoirumamnun. Bagaimana kita yang disabilitas ini yang bahasa istilah jawanya diwongne. Karena selama ini kita tidak dianggap uwong. Bagaimana para disabilitas ini ditempatkan sebagaimana manusia di dalam relasi kehidupan masyarakat,”ujar Cak- Fu.

Cak-Fu menjelaskan bahwa semua yang diciptakan Tuhan merupakan sebagai bentuk kesempurnaan Tuhan yang nyata adanya.

“‘Disabilitas dipandang sebagai ujian, kalau sabar akan di beri pahala yang berlipat. Namun, yang demikian itu saya tidak sreg. Saya mempunyai pandangan bahwa, orang seperti saya memangnya sudah jelas diterima amal ibadah saya karena sikap sabar saya?. Saya kemudian berfikir kalo teman-teman yang disabilitas dianggap sebagai manusia yang tidak sempurna, terus yang sempurna yang bagaimana? Kalau Tuhan Maha sempurna, apakah Tuhan pernah keliru? Itu artinya, semua yang diciptakan oleh Tuhan sempurna adanya”, tutur Cak-Fu.

Kemudian Cak-Fu menjelaskan, orang yang paling mulia adalah yang bertakwa sebagaimana gabungan antara iman dan amal sholeh yang seimbang.

“Berbicara soal disabilitas, bukan hal yang sederhana, melainkan memperjuangkan ketauhidan dalam agama Islam. Tadi saya mengutip dalam Al-Qur’an yang kurang lebih artinya, ‘Sesungguhnya kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya  ciptaan. Kemudian Saya (Tuhan) menjatuhkan derajat manusia itu ke dalam derajat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan’. Iman sebagai vertikal dan amal sholeh sebagai  horisontal. Ternyata Tuhan menilai manusia sempurna dari iman dan amal sholeh, sementara fisiknya tidak dinilai. Nilai di dalam Islam kemanusiaa itu, inna akromakum ‘indallohi athqokum. Sebenarnya orang yang paling mulia disisi Tuhan yaitu orang yang taqwa yang berarti gabungan dari iman dan amal sholeh,” tutur Cak Fu.

Selanjutnya Cak-Fu menyampaikan, berbagai hambatan disabilitas yang harus diselesaikan.

“Disabilitas sudah di konstruksikan, bahwa disabilitas penuh dengan penderitaan, memalukan yang kemudian kami jebol adalah pertama keluarga, tidak semua orang tua membiarkan anak disabilitasnya keluar dari rumahnya untuk bisa sekolah, yang demikian itu hambatan yang harus kami selesaikan, kedua stigma sosial di masyarakat, ketiga aksesibilitas fasilitas umum,” kata Cak Fu.

Pendeta Christiono juga menyampaikan, penyandang disabilitas yang berani berimajinasi dan berfantasi mengenai kondisi masa depan merupakan orang-orang yang luar biasa dan anugerah bagi kita semua.

“Memahami kondisi dunia yang senantiasa berubah, baik di dalam paradigma, budaya, pengetahuan, maupun sistim sosial. Belajar dari pengalaman itu penting, tetapi yang tidak kalah penting adalah berani berimajinasi dan berfantasi tentang kondisi masa depan, hal ini perlu keberanian yang luar biasa. Bagi kami (golongan kristiani) melihat para disabilitas yang demikian merupakan anugerah, bukan hanya teman-teman penyandang disabilitas tetapi anugerah bagi kita semua,” tutur Christiono.

Selanjutnya Rm. Rubertus juga menyampaikan pandangan orang katolik terhadap para penyandang disabilitas sebagai gambaran citra Tuhan.

“Dalam pandangan gereja katolik, tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Cak-Fu yang mana, manusia sesuai dengan firman Tuhan yang berisi tentang kisah penciptaan manusia sebagai gambaran Tuhan maupun citra Tuhan,” tandas Rubertus. (Siti Kholisatul Wahidah).

*Penulis adalah Mahasiswa KPI STAISPA yang sedang Magang Profesi di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *