Menjauhi Sifat Riya’

jauhi riya

Setiap perbuatan kita di dunia ini pasti kelak akan dipertanggung jawabkan di akhirat.

Perbuatan baik maupun  buruk semua akan tercatat secara rapi di buku catatan amal masing-masing. Allah pun telah mengutus malaikat Rakib dan Atid agar senantiasa mengawasi gerak-gerik setiap hamba-Nya. Di zaman akhir ini memang banyak sekali orang-orang yang secara dzohir telah terperangkap dalam perangkap syaiton. Diantaranya pergaulan bebas yang semakin merajalela, zina, pacaran, mabuk-mabuk di tempat umum, merampok, mencuri, bahkan munculnya kembali golongan orang-orang penyuka sesama jenis yang dulu sempat terkena azab pada zaman Nabi Luth.

Di sisi lain banyak orang-orang yang memang secara dzohir adalah orang yang beriman. Banyak dari mereka yang berlomba-lomba menuju jalan kebaikan. Salah satu contohnya adalah banyak orang-orang yang kini beralih profesi menjadi ustadz, hafidz, ahli ibadah, penyanyi religi, qori’ dan masih banyak lagi. Mungkin saja satu diantara profesi itu adalah diri kita. Jika benar, sungguh sangat beruntung karena kita bisa menjadi pribadi yang dekat dengan agama, dengan Al-Qur’an bahkan dekat dengan orang-orang sholeh.

Bacaan Lainnya

Terkadang kita juga merasa bahwa ketika kita ada dalam posisi tersebut seolah-olah kita adalah orang yang baik daripada mereka yang tidak ada di dalam posisi kita saat itu. Bahkan bisa jadi secara sengaja saat kegiatan sedang berlangsung kita memposting suatu kebaikan maupun kegiatan positif kita lewat status wa maupun instagram, agar orang-orang tau kegiatan positif yang sedang kita lakukan, memuji kita bahkan dengan niatan agar kita terlihat baik di mata orang.

Tak sadarkah bahwa apa yang kita lakukan bahkan apa yang terbesit dalam hati untuk dikagumi maupun dipuji orang atas amalan yang sedang kita lakukan merupakan salah satu perbuatan tercela?

Ya ia adalah Riya’. Salah satu trik setan bagi orang-orang yang beriman. Kecuali jika niat kita memposting itu adalah untuk syiar dan bukan untuk pamer, itu lain lagi.

Lalu kenapa setan mengincar riya’ hanya untuk orang-orang yang beriman, bukan kepada orang-orang yang ahli maksiat? Hal ini dikarenakan setan sudah asyik menyibukkan diri orang yang bermaksiat dengan hal-hal yang juga berbau maksiat. Sedangkan orang-orang soleh sudah tidak tertarik lagi dengan hal-hal yang berbau maksiat.

Melihat keadaan yang seperti itu, setan pun tak akan kalah akal,  ia akan tetap mencari celah agar orang-orang soleh tetap terperangkap dalam tipu daya mereka. Caranya adalah dengan membisikkan kepada orang-orang sholeh agar dirinya merasa soleh  dan paling suci, sehingga menurut mereka, hanya merekalah yang layak untuk mendapatkan surga yang sudah dijanjikan Allah. Setelah mereka merasa bahwa dirinya sholeh, pasti akan timbul rasa berbangga diri, sombong dan tak akan ketinggalan dengan yang namanya riya’.

Riya’ sendiri  merupakan perbuatan tercela yang sangat lembut dan terkadang tidak terasa bagi orang-orang yang telah dijangkitinya. Bahkan saking lembutnya orang yang merasa dirinya sudah tidak berbuat riya’ atau mereka yang mencegah dirinya agar tidak  riya’, tapi dengan niatan hanya ingin dipuji orang bahwa ia tidak riya’ pun sudah temasuk salah satu perbuatan riya’. Yang intinya riya’ adalah suatu perbuatan dimana seseorang berbuat baik maupun beramal baik tapi bukan karena Allah, melainkan karena manusia.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa mencegah diri untuk tidak berbuat riya’ sangatlah sulit.  Apalagi bagi orang-orang yang masih pemula dalam proses hijrahnya, pasti akan ada cobaan datang silih berganti, termasuk si riya’ ini. Namun jangan berputus asa apabila kita sudah berusaha untuk tidak berbuat riya’ namun masih saja sulit untuk tidak melakukannya. Karena semua butuh proses. Asalkan kita sudah berusaha dengan sekuat tenaga sembari berdo’a dan meminta pertolongan Allah agar dijauhkan dari penyakit hati termasuk riya yang sering disebut-sebut sebagai syirik kecil ini. Yakinlah suatu hari nanti akan ada saatnya kita bisa menghilangkan diri dari sifat tercela tersebut, tentu dengan pertolongan Allah SWT.

*) Oleh : Khoirotun Nisa’, Mahasiswi Magang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *