Ramadan telah tiba, setiap orang pastinya selalu berhati-hati agar puasa yang dijalankan bisa penuh tanpa ada perkara yang bisa membatalkan puasanya. Apalagi yang sudah berkeluarga pasti bertanya-tanya mengenai hukum suami istri. Salah satunya tentang mencium istrinya.
Aisyah RA dalam kitab bulughul maram menyampaikan demikian:
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ لِإِرْبِهِ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ. وَزَادَ فِي رِوَايَةٍ: ( فِي رَمَضَانَ )
‘Aisyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mencium sewaktu puasa dan mencumbu sewaku puasa, akan tetapi beliau adalah orang yang paling kuat menahan nafsunya di antara kamu. Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Muslim. Dalam suatu riwayat ditambahkan: Pada bulan Ramadhan.
Meskipun Rasulullah pernah mencium sang istri ketika berpuasa namun puasa Rasulullah tetap sah karena Rasulullah adalah orang yang paling kuat dalam menahan nafsunya. Berbeda dengan umatnya yang memiliki syahwat yang berbeda beda. Alangkah baiknya bagi orang yang telah berkeluarga sebaiknya suami menjaga diri untuk tidak mencium istrinya sewaktu puasa dihawatirkan menimbulkan syahwat.
Lalu bagaimana hukumnya? Ulama’ berbeda-beda pendapat mengenai hal ini. Pada dasarnya mencium istri tidak membatalkan puasa. Tetapi karena bisa membangkitkan nafsu, dapat mengakibatkan ejakulasi, dan menyeret seseorang menuju interaksi seksual maka pembahasan hukumnya tidak bisa sederhana lagi.
Para ulama menggolongkan ciuman ke dalam perkara yang dimakruhkan dalam puasa, apabila ciuman itu membangkitkan syahwat. Kalau tidak membangkitkan syahwat, ciuman tidak dipermasalahkan, tetapi lebih baik tetap dihindari. (Al-Majmu’ Syarh Muhaddzab, VI. 354, Mughni al-Muhtaj, I, 431-436) Tentu hukum ini berlaku untuk ciuman kepada istri. Selain istri jelas hukumnya Haram.
Dari riwayat Abu Dawud yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah melarang kaum muda mencium (pada saat berpuasa), dan memperbolehkan hal itu pada orang-orang tua yang telah lanjut usia.
Mengapa Rasulullah membedakan orang tua dari pemuda? Para ulama merasionalisasi pembedaan ini dengan argumen bahwa pada usia muda seseorang sedang berada pada puncak hasrat dan kemampuan seksualnya. Sedangkan pada orang tua biasanya hasrat dan potensi seksualnya telah banyak menurun. Secara praktis, ciuman pada usia muda dikhawatirkan mengakibatkan pada ejakulasi. Atau menggoda pelakunya untuk menindak lanjutinya dengan interaksi seksual langsung karena kekurang mampuan orang muda untuk mengendalikan nafsu.
Semoga kita senantiasa selalu terjaga dari hal-hal yang bisa membatalkan puasa sehingga ibadah puasa diterima oleh Allah SWT. (Icin)