Kuis tentang Tasbih untuk Menghitung Bilangan Dzikir

tasbih

Pilihlah satu jawaban yang benar menurut al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafusshalih!

Soal tasbih: Apakah?

a. Bid’ah
b. Tidak bid’ah
c. Bisa jadi bid’ah
d. Masak sih bid’ah!

Menggunakan tasbih untuk menghitung bilangan dzikir?

Ayo, dijawab dengan benar sesuai pemahaman salaf. Boleh bertanya kepada Mbah Google. Sudah ketemu jawabannya?

Jawab:

Apakah jawaban anda A? Jika iya, selamat! Anda berarti sependapat dengan Syeikh Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H). Beliau memang dengan tegas menyebut bahwa penggunaan tasbih untuk dzikir itu bid’ah. Beliau menyebut:

أن السبحة بدعة لم تكن في عهد النبي صلى الله عليه وسلم. (سلسلة الأحاديث الضعيفة
والموضوعة وأثرها السيئ في الأمة، الألباني، (1/ 185)

Penggunaan tabih itu bid’ah, karena tak ada di zaman Nabi. (al-Albani, Silsilat al-Ahadits ad-Dhaifah, h. 1/ 185).

So, jawaban yang benar menurut al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafusshalih untuk pertanyaan ini apakah “A”?

Eitss, nanti dulu. Itu bukan menurut al-Qur’an dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafusshahih. Itu pendapat Syeikh Nashiruddin al-Albani (w. 1420 H).

“Oh, tidak bisa. Sekali bid’ah ya bid’ah. Sudah jelas dalilnya. Semua bid’ah adalah sesat. Semua harus mengikuti dalil. Amalan itu harus ada dalilnya. Jika saja itu baik, pasti Nabi dan Salafusshalih sudah lebih dahulu mengamalkannya.”

Wah, apakah dalam hati Anda berkata seperti itu? Jika iya, sepertinya ada baiknya Anda menambah referensi tempat ngaji dan sesekali mengganti channel TV Islami Anda. Itu tak lebih hanya jargon marketing, yel-yel MLM. Sebagaimana jual jamu yang katanya, “bisa menyembuhkan segala macam penyakit, dari ramuan asli nenek moyang.” Semua hukum kok dalilnya “tidak ada dalilnya”.

Perlu diketahui, menurut Syeikh Utsaimin (w. 1421 H) penggunaan tasbih untuk berdzikir itu boleh lho. Beliau menyebutkan:

فإن التسبيح بالمسبحة لا يعد بدعة في الدين؛ لأن المراد بالبدعة المنهي عنها هي البدع في الدين، والتسبيح بالمسبحة إنما هو وسيلة لضبط العدد. مجموع فتاوى ورسائل العثيمين (13/ 241)

“Membaca tasbih dengan alat tasbih itu tidak dianggap bid’ah. Karena maksud dari bid’ah yang dilarang adalah bid’ah dalam agama. Sedangkan membaca dzikir tasbih dengan alat tasbih itu hanya cara untuk menghitung bilangan.” (Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa, h. 13/ 241)

Begitu juga disampaikan oleh Syeikh bin Baz (w. 1420 H). Beliau menyebutkan:

يجوز له لو سبح بشيء كالحصى أو المسبحة أو النوى، وتركها ذلك في بيته، حتى لا يقلده الناس فقد كان بعض السلف يعمله، والأمر واسع لكن الأصابع أفضل في كل مكان. مجموع فتاوى ابن باز (29/ 318)

“Boleh saja menghitung bilangan tasbih dengan kerikil, alat tasbih, atau biji. Sedangkan melakukan hal itu hanya di rumah saja, sehingga orang tidak bertaqlid kepada hal itu maka lebih baik. Sebagian para salaf dahulu juga mengamalkannya. Hanya saja menghitung dzikir dengan jari itu lebih baik.” (Ibnu Bazz, Majmu’ Fatawa, h. 29/ 318).

Malahan Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) menyebut bahwa menggunakan tasbih untuk menghitung bilangan dzikir itu sesuatu yang baik. Beliau menyebutkan:

وأما عده بالنوى والحصى ونحو ذلك فحسن وكان من الصحابة رضي الله عنهم من يفعل ذلك وقد رأى النبي صلى الله عليه وسلم أم المؤمنين تسبح بالحصى وأقرها على ذلك وروي أن أبا هريرة كان يسبح به. (مجموع الفتاوى، ابن تيمية، 22/ 506)

“Menghitung bilangan dzikir dengan biji, krikil atau selainnya itu perkara yang baik. Sebagian shahabat Nabi juga pernah melakukannya.” (Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa, h. 22/ 506).

Siapa yang sesuai Salafusshalih?

Sudah sangat jelas di sini, para ulama menjelaskan bahwa sejak zaman sahabat nabi sudah biasa menggunakan tasbih dan sejeneisnya untuk menghitung bilangan dzikir. Jangan mudah kaget ya dengan mereka yang suka membid’ahkan tapi tidak paham dalil sebenarnya.

(Muhammad Alfatih Sukardi, alumnus Pesantren Al-Anwar Sarang)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *