Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Serta Penjelasannya

Kenapa Rakaat Shalat Tarawih Berbeda-beda? Ini Alasan Utamanya

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih Serta Penjelasannya

Antara Qiyamul Ramadhan dan Tarawih.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih. Pada Ramadhan, kaum muslimin menjalankan shalat tarawih. Ada yang menjalankan 8 rakaat, ada yang 20 rakaat, sedang shalat Witir yang diletakkan di akhir biasanya 3 rakaat. Shalat Tarawih hukumnya sangat disunnahkan (sunnah muakkadah), lebih utama berjama’ah. Demikian pendapat masyhur yang disampaikann oleh para sahabat dan ulama, namun begitu boleh dilaksanakan sendiri shalat tersebut.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih. Ada beberapa pendapat tentang raka’at shalat Tarawih; ada pendapat yang mengatakan bahwa yaitu boleh dikerjakan dengan 8, 20 atau 36 raka’at.

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih. Pangkal perbedaan awal dalam masalah jumlah raka’at shalat Tarawih adalah pada sebuah pertanyaan mendasar. Yaitu apakah shalat Tarawih itu “sama” dengan shalat malam atau keduanya adalah jenis shalat sendiri-sendiri?

Mereka yang menganggap keduanya adalah “sama”, biasanya-akan mengatakan bahwa jumlah bilangan shalat Tawarih dan Witir itu 11 raka’at.

Adapun mereka yang melakukan salat tarawih 8 rakaat dengan witir 3 rakaat, “bersandar” hadits yang diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah:

“Tiadalah Rasulullah menambah pada bulan Ramadlan dan tidak pula pada bulan lainnya atas sebelas rakaat. Beliau salat empat rakaat dan jangan Anda bertanya tentang kebagusan dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat dan jangan Anda bertanya tentang kebagusan dan panjangnya. Kemudian beliau salat tiga rakaat. Kemudian aku (Aisyah) bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah Tuan tidur sebelum salat witir?” Beliau bersabda, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, sedang hatiku tidak tidur.” (Hr Bukhari).

Syekh Muhammad bin ‘Allan dalam kitab “Dalilul Falihin” menerangkan bahwa hadits di atas adalah hadits tentang “Shalat Witir” karena salat witir itu paling banyak hanya sebelas rakaat, tidak boleh lebih. Hal itu terlihat dari ucapan Aisyah bahwa Nabi saw. tidak menambah salat, baik pada bulan Ramadlan atau lainnya melebihi sebelas rakaat. Sedangkan salat tarawih atau “Qiyamu Ramadan” hanya ada pada bulan Ramadlan saja.

Ucapan Aisyah “Beliau (Nabi) salat empat rakaat dan Anda jangan bertanya tentang kebagusan dan panjangnya”, tidaklah berarti bahwa beliau melakukan salat empat rakaat dengan satu kali salam. Sebab dalam hadits yang disepakati kesahihannya oleh Bukhari & Muslim dari Ibnu Umar, Nabi bersabda:

صلاة الليل مثنى مثنى ، فإذا خفت الصبح فاوتر بواحدة

“Salat malam itu (dilakukan) dua rakaat dua rakaat, dan jika kamu khawatir akan subuh, salatlah witir satu rakaat”.

Dalam hadits lain yang juga disepakati kesahihannya, Ibnu Umar juga berkata:

“Adalah Nabi saw. melakukan salat dari waktu malam dua rakaat dua rakaat, dan melakukan witir dengan satu rakaat”. (متفق عليه).

Ini perlu saya “utarakan” :

Pada masa Rasulullah dan masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, salat tarawih dilaksanakan pada waktu tengah malam, dan NAMANYA BUKAN SHALAT TARAWIH, melainkan “Qiyamu Ramadlan” (salat pada malam bulan Ramadlan). Nama “tarawih” diambil dari arti “istirahat” yang dilakukan setelah melakukan salat empat rakaat.

Disamping itu perlu diketahui, bahwa pelaksanaan salat tarawih di Masjidil Haram, Makkah pada “masa itu” adalah 20 rakaat dengan dua rakaat satu salam.

Lalu Khalifah Umar bin ‘Abdul Aziz ber- ijtihad menambah raka’at shalat Tarawih menjadi 36 raka’at bagi orang di luar kota Makkah agar “menyamai pahala Tarawih ahli Makkah”. Atau shalat Tarawih 20 raka’at dan Witir 3 raka’at menjadi 23 raka’at. Sebab 11 rakaat itu adalah jumlah bilangan rakaat shalat malamnya (baca: witir) Rasulullah bersama sahabat dan setelah itu Beliau menyempurnakan shalat malam (baca: Qiyamul Ramadhan / Terawih) di rumahnya.

Sebagaimana Hadits Nabi:

“Rasulullah keluar untuk shalat malam di bulan Ramadan sebanyak tiga tahap, malam ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk shalat bersama umat di masjid, Rasulullah shalat delapan raka’at dan kemudian mereka menyempurnakan sisa shalatnya di rumah masing-masing. (Hr Bukhari, Muslim).

Para Imam Madzhab telah menetapkan kesunnahan salat tarawih berdasarkan perbuatan Nabi Muhammad. Imam Bukhari & Muslim telah meriwayatkan hadits sebagai berikut:

“Nabi keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadlan, yaitu pada tiga malam yang terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau salat di masjid dan orang-orang salat seperti salat beliau di masjid. Beliau salat dengan mereka delapan rakaat, artinya dengan empat kali salam sebagaimana keterangan mendatang, dan mereka menyempurnakan salat tersebut di rumah-rumah mereka, artinya sehingga shalat tersebut sempurna 20 rakaat menurut keterangan mendatang. Dari mereka itu terdengar suara seperti suara lebah”.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah shalat Tarawih di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 Rakaat ditambah Witir. (Hr Baihaqi,Thabrani).

Ahli hadist dan fiqih, Ibnu Hajar menyatakan bahwa Rasulullah shalat bersama kaum muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam ketiga, orang-orang berkumpul, namun rasulullah tidak keluar.Kemudian paginya beliau bersabda:

خشيْت ان تفرض عليكم فلا تطيقونها

“Aku takut kalau-kalau tarawih diwajibkan atas kalian, kalian tidak akan mampu melaksanakannya.”

Hadits ini disepakati kesahihannya dan tanpa mengesampingkan hadits lain yang diriwayatkan Aisyah yang “Tidak menyebutkan rakaatnya”.

Disebutkan dalam kitab Sahih Bukhari:

“Dari Abdurrahman bin Abdul Qarai, beliau berkata: Saya keluar bersama Sayidina ‘Umar (Khalifah) pada suatu malam bulan Ramadhan pergi ke masjid (Madinah). Didapati dalam masjid orang-orang shalat tarawih berpisah-pisah. Ada orang yang sembahyang sendiri-­sendiri, ada orang yang shalat dan ada beberapa orang di bela­kangnya, maka Sayidina Umar berkata: Saya berpendapat akan memper­satukan orang-orang ini. Kalau disatukan dengan seorang Imam sesungguhnya lebih baik, lebih serupa dengan shalat Rasulullah. Maka dipersatukan orang-orang itu shalat di belakang seorang Imam namanya Ubal bin Ka’ab. Kemudian pada satu malam kami datang lagi ke masjid, lantas kami melihat orang-orang shalat bersama-sama di belakang seorang Imam. Sayidina Umar berkata : Ini adalah bid’ah yang baik.” (Hr Bukhari).

Sebagai catatan:

Abdurrahman bin Abdul Qarai yang meriwayatkan perbuatan Sayidina Umar ini adalah seorang Tabi’in yang lahir ketika Nabi masih hidup. Beliau adalah murid Sayidina Umar bin Khathab, (wafat 81 H).

Nampak dalam hadits ini bahwa Khalifah yang kedua Umar bin Khathab memerintahkan agar shalat tarawih dikerjakan dengan berjamaah, tidak scorang-seorang saja. Dan beliau berpendapat bahwa hal itu adalah “bid’ah yang baik”.

Dalam kitab al-Muwatha’, karya Imam Malik (beliau bertemu dan melihat langsung tata cara ibadah anak cucu sahabat ra) meriwayatkan begini: Dari Malik dari Yazid bin Ruman, ia berkata : “Adalah manusia mendirikan shalat pada zaman Umar bin Khathab sebanyak 23 raka’at.” (Hr Imam Malik).

Nampaklah bahwa sahabat-sahabat Nabi ketika itu diperintah oleh Sayidina Umar untuk mengerjakan shalat sebanyak 23 raka’at, yaitu 20 raka’at shalat tarawih dan 3 raka’at shalat witir sesudah shalat tarawih.

Disebutkan Imam Baihaqi : “Bahwasanya mereka (sahabat-sahabat) Nabi, mendirikan shalat (tarawih) dalam bulan Ramadhan pada zaman Umar bin Khathab dengan 20 raka’at.

Nampaklah dalam keterangan-keterangan ini bahwá sahabat-sahabat Nabi telah (sepakat) mendirikan salat tarawih pada masa Umat sebanyak 20 raka’at.

IIjma’ (kesepatan) sahabat-sahabat Nabi saw menurut ushul fiqih adalah hujah yakni dalil syariat. Inilah pokok pangkal hitungan raka’at shalat tarawih.

Inilah “IJTIHAD” Sayidina Umar yang memerintahkan 20 raka’at untuk shalat sunnah tarawih, ini berarti bahwa beliau mengetahui bahwa banyaknya shalat tarawih Nabi, baik di masjid atau di rumah sebanyak 20 raka’at. Kalau tidak tentu Umar tidak akan memerintahkan begitu. INI NAMANYA riwayat hadits dengan perbuatan.

Kita ummat Islam disuruh oleh Nabi mengikuti Sayidina Abu Bakar dan Umar. Nabi berkata:

قتدوا باللذين من بعدى ابى بكر وعمر .

“Ikutilah dua orang sesudah saya: yaitu Abu Bakar dan Umar”. (Hr Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah).

Dan dalam sebuah hadits ummat Islam diperintah oleh Nabi supaya mengikut Khalifah-khalifah, jadi sangat jelas atas apa yang dilakukan Umar ra dalam rakaat Tarawih adalah sebuah perintah dalam hal “KE-SUNNAHAN” yang jelas pijakkanya perintah dari Rasullah, dalam riwayat Bukhari ada hadist dari Irbad bin Saariya:

ععليكم بسنتي وسنّة الخلفاء الرّاشدين المهديين بعدي عضوا عليْها بالنواجذ

“Wajib atasmu berpegang dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang terpetunjuk sesudahku. Maka peganglah kuat-kuat dengan gerahammu”.

Siapa Umar bin Khatab? Ya beliau salah satu dari Khulafaurrasyidin yang disebut dalam hadist tersebut!

Dapat diambil kesimpulan dari dalil-dalil di atas, bahwa hitungan raka’at shalat tarawih adalah 20 raka’at, dan shalat witir adalah 3 raka’at, jumlahnya 23 raka’at. Barang siapa yang tidak mengerjakan shalat tarawih 20 raka’at maka ia belum dinamai melaksanakan shalat tarawih, dan belum mengikuti jejak Sayidina Umar bin Khathab. Khalilatur-rasyidin yang kita semuanya disuruh Nabi mengikut beliau.

Jumlah Raka’at Shalat Tarawih Menurut Ulama salaf

1. Imam Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat), setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang istirahat, kemudian mereka witir (ganjil). Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.

2. Imam Malik yang bertemu dan melihat langsung tata cara “ibadah” anak cucu Sahabat Rasulullah di Madinah sudah dijelaskan di “atas”.

3. Imam Syafi dalam al Umm, “bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai, dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin Khattab. Demikian pula umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.

4. Imam Ahmad. Adapun beliau bersepakat dengan riwayat Umar bin Khatab yang sudah dijelaskan di atas.

Shalat di Masjidil Haram, Makah. Di sana, 23 rakaat diselesaikan dalam waktu kira-kira 90-120 menit. Surat yang dibaca imam ialah ayat -ayat suci Al-Qur’an dari awal, terus berurutan menuju akhir al Qur’an. Setiap malam harus diselesaikan kira-kira 1 juz lebih, dengan diperkirakan pada tanggal 29 Ramadhan (dulu setiap tanggal 27 Ramadhan) sudah khatam. Pada malam ke 29 Ramadhan itulah ada tradisi khataman al-Qur’an dalam shalat Tarawih di Masjidil Haram.

Dan terpapar di kitab Shalat al Tarawih fi Masjid al Haram bahwashalat Tarawih di Masjidil Haram sejak masa Rasulullah, Abu Bakar, Umar, Usman, dan seterusnya sampai sekarang selalu dilakukan 20 rakaat dan 3 rakaat Witir.

Pada kesimpulannya, bahwa pendapat yang “unggul” tentang jumlah raka’at shalat tarawih adalah 20 + 3 raka’at witir. Akan tetapi jika ada yang melaksanakan shalat tarawih 8 + 3 withir jumlahnya 11 raka’at tidak berarti menyalahi Islam. Sebab perbedaan ini hanya masalah furu’iyyah (cabang) bukan masalah aqidah tidak perlu dipertentangkan.

Hanya saja terlihat siapa yang sebenarnya ikut “Salafus Shalih Asli”.

والله اعلم

Penulis: Musa Muhammad.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *