Zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim. Kewajiban zakat ini diperintahkan Allah sebab memiliki banyak keutamaan. Diantara keutamaan zakat adalah untuk membersihkan harta. Yakni membersihkan harta orang yang berpuasa dari berbagai perbuatan sia-sia dan kesalahan, sehingga seorang yang berpuasa dapat meraih kesempurnaan pahala puasanya.
Zakat juga untuk membantu orang miskin. Memberi makan kepada orang miskin, sehingga mereka juga merasakan kegembiraan di hari raya sebagaimana yang dirasakan oleh orang yang lebih mampu. Selain orang miskin, ada juga golongan-golongan lain yang berhak menerima zakat, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. At -Taubah : 60)
Golongan penerima zakat yang berjumlah 8 telah ditentukan di dalam Al-Qur’an. Lalu bagaimana jika ada kasus baru yang muncul? Seperti para jomblo atau mereka yang belum berkeluarga, apakah mereka masuk dalam salah satu golongan tersebut sehingga berhak mendapatkan zakat?
Jawaban dari pertanyaan tersebut ada dalam keterangan berikut :
-أَفْتَى ابْنُ الْبَزْرِيِّ
– الى ان قال -وَأَنَّهُ لَوْ كَانَ يَكْتَسِبُ مِنْ مَطْعَمٍ وَمَلْبَسٍ وَلَكِنَّهُ مُحْتَاجٌ إلَى النِّكَاحِ فَلَهُ أَخْذُهَا لِيَنْكِحَ لِأَنَّهُ مِنْ تَمَامِ كِفَايَتِهِ اِنْتَهَى اسنى المطالب ١/٣٩٤مغني المحتاج ٤/٤٧٥”
Imam Ibnu al-Bazriy berfatwa: jomblo yang bekerja (hanya) untuk kebutuhan makanan dan pakaiannya akan tetapi ia masih membutuhkan biaya untuk nikah, maka ia boleh mengambil bagian zakat agar dapat menikah, karena hal itu dapat menyempurnakan kebutuhannya” (dikutip dari Asnal Matholib juz 1, hal. 394 dan Mughnil Muhtaj juz 4, hal. 475)
Dari fatwa Imam Ibnu al-Bazry di atas telah jelas, bahwa jomblo berhak mendapat bagian zakat, dengan catatan ia bekerja hanya untuk kebutuhan makanan dan pakaian, sementara ia membutuhkan biaya untuk menikah.
*) Diolah dari tulisan Ustad Ja’far di WAG Forum Dai NU DIY
*) Catatan :Nama asli Ibnu al-Bazriy ialah Abul Qosim Zainuddin Jamal al-Islam Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Ikrimah al-Jazariy asy-Syafi’i, belajar fiqih mazhab syafi’i kepada penulis Ihya Ulumiddin Imam Al-Ghozali, Ilkiya al-Hirosiy dan lain lain, wafat pada tahun 560 H diusia 89 tahun. (lihat Siyar A’lam an-Nubala Juz 4, hal. 44)