IKANU Mesir Suarakan Muktamar Fokus Gali Gagasan, Bukan Sekedar Kandidat

IKANU Mesir Suarakan Muktamar Fokus Gali Gagasan, Bukan Sekedar Kandidat

IKANU Mesir Suarakan Muktamar Fokus Gali Gagasan, Bukan Sekedar Kandidat.

Jakarta, Bangkitmedia.com – Kapanpun Muktamar ke-34 NU di Lampung akan diselenggarakan, ada isu yang jauh lebih krusial daripada tanggal dan bulan pelaksaan itu, yaitu mengenai gagasan NU ke depan. Karena siapapun figur yang akan memimpin NU ke depan, masyarakat NU lebih membutuhkan gagasan bagaimana NU ke depan berkembang lebih baik menjadi rumah bersama yang nyaman untuk ditinggali. NU diharapkan menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang berkembang, maju dan profesional. Hal itu tentu sangat terkait dengan gagasan mengenai tujuan baru, visi dan misi, serta kinerja organisasi untuk mewujudkannya.

Demikian ditegaskan Sekjen Ikatan Keluarga Alumni Nahdlatul Ulama (IKA-NU) Mesir Dr KH M Anis Mashduqi kepada Bangkitmedia.com, Ahad (5/12/2021).

Gus Anis, sapaan akrabnya, berpendapat bahwa diperlukan pembacaan ulang dan restrukturisasi terhadap struktur organisasi NU, memetakan kembali sistem tugas dan fungsi sebagai penyesuaian atas perkembangan dunia, ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Manhaj yang kokoh dan harakah yang aktif, produktif, solutif. Generasi milenial dapat menjadi elemen penting dalam review struktur ini. Kaderisasi yang sejatinya sudah berjalan cukup baik harus diarahkan pada kerja-kerja produktif. Hal ini dapat diyakini bukan saja mampu melindungi identitas dan jati diri NU tanpa sibuk melayani jual beli wacana orang lain, melainkan juga mampu mengembangkannya,” tegas Gus Anis yang juga pengasuh PPM Al-Hadi Yogyakarta.

Bagi Gus Anis, Muktamar harus berhasil menawarkan gagasan visioner dan berisi, bukan pertontonan rebutan kursi yang akan mengaburkan dan melemahkan tujuan, visi dan misi, serta kinerja organisasi yang diharapkan akan mengembangkan dan memperkuat peran NU di masa depan pada tingkat nasional maupun internasional.

“Muktamar disaksikan oleh seluruh anak negeri. I’tidal menjadi penentu. Jangan sampai beralibi tawasuth tapi kita semuanya masih enggan tafakur apalagi tanazul. Mari berkumpul. Kembalikan arah pada kiai-kiai nun di sana,” tegas Gus Anis.

Sementara itu, menurut Ra Sholah, pengasuh pesantren An-Nuqoyah, Madura, selama ini legacy NU dalam berbangsa dan bernegara adalah kepemimpinannya di dalam produksi gagasan-gagasan genuine kebangsaan, kemanusiaan dan keagamaan.

“Muktamar sejatinya harus menjadi ajang kristalisasi gagasan-gagasan khas NU tersebut. Ini yang senantiasa ditunggu-tunggu bangsa kita dan dunia. Dalam beberapa waktu terakhir, kita merasakan lemahnya kepemimpinan NU dalam bidang gagasan sebagaimana dimaksud. Gagasan NU kini terasa sentimentil. Euforia identitas mengental. NU terkesan eksklusif. NU seolah ingin meng-NU-kan NKRI sendirian,” tegas Ra Sholah yang juga pengurus IKANU Mesir.

Bagi Ra Sholah, konflik kepentingan di tubuh NU kurang terkanalisasi dengan baik. NU mirip wahana permainan bagi kelompok politik tertentu. Secara politis, NU sebagai organisasi dengan jumlah massa terbesar sejagat, justeru tertinggal dalam banyak kerja-kerja strategis. NU sudah merasa cukup bahagia sebagai nomor sekian. Hal ini perlu dikuatirkan sebagai gejala disorientasi.

“NU tertinggal di dalam berbagai bidang, termasuk bahkan dalam bidang dakwah. Ukurannya boleh mengacu pada diri sendiri, boleh membandingkannya dengan organisasi lain yang secara kelompok jauh di bawah kapasitasnya. Secara psikologis, mental tertinggal dan kalah biasanya melahirkan mental kontestatif yang orientasinya menjatuhkan lawan, bukan memperbaiki dan menguatkan diri. Gejala-gejala itu semakin terasa,” tegas Ra Sholah.

Lebih lanjut Ra Sholah menegaskan, di tengah-tengah potensi bangsa yang sedang melaju optimistik dalam kompetisi dunia, NU harus kembali hadir membawa gagasannya, kembali sebagai top leader pemikiran dan gerakan khususnya dalam ranah geo-politik dan ekonomi kawasan.

“NU harus segera meninggalkan wacana identitas, apalagi berasyik-masyuk dengan gesekan receh horizontal. Usia seratus tahun, NU harus sudah selesai dalam hal itu,” pungkasnya. (red/bangkitmedia.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *