Oleh: KH. Abdul Fajar Bashir, Pengasuh Pesantren Ar-Risalah Bantul, Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU DIY
Imam Nawawi mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam madzhab Syafi’i menyatakan bahwa menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semunya dilarang. Begitu pula menjadikannya sebagai upah para penjagal.
واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك
Artinya, “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi’i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.
Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya. (Lihat Imam Nawawi, Al-Majmu’, Maktabah Al-Irsyad, juz 8, halaman 397).
Bukan tanpa risiko, akibat dari menjual kulit dan kepala hewan sebagaimana yang berlaku, bisa menjadikan kurban tersebut tidak sah. Artinya, hewan yang disembelih pada hari raya kurban hanya menjadi sembelihan biasa, orang yang berkurban tidak mendapat fadlilah pahala berkurban sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
من باع جلد أضحيته فلا أضحية له) أي لا يحصل له الثواب الموعود للمضحي على أضحيته
Artinya, “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya,” (HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, halaman 121).
Dari sini, menjual daging atau kulit hewan kurban tidak diperbolehkan, juga tidak boleh dijadikan upah penyembelih. Larangan menjual daging atau kulit kurban berlaku baik untuk shohibul qurban dan penerima daging qurban yang bukan fakir miskin (aghniya‘), tapi jika mustahiq penerima kurban orang fakir miskin, maka boleh menjualnya. Kulit qurban sebaiknya diberikan yang fakir miskin agar dijual oleh mereka.
Namun menurut Imam Abu Hanifah boleh menjual kulitnya asalkan bukan dengan dirham dan dinar. Sedangkan menurut Imam Atho’ boleh secara mutlak. Wallahu A’lam Bish-showab.